Friday, December 7, 2018

Mari Kita Mewartakan Damai Seperti Kristus

Ada suatu tradisi dalam perayaan Ekaristi yang tidak pernah hilang sampai sekarang, bahkan melekat erat menjadi satu kesatuan rangkaian yang setiap hari dilakukan dalam misa. Tradisi tersebut adalah Doa Damai, dimana Pastor mendaraskan doa damai kemudian menyampaikannya pada umat. Doa Damai tersebut seolah mau menggambarkan bahwa kehadiran Yesus di dunia ini adalah sebagai Pembawa Damai, bahkan Dia adalah Damai itu sendiri.

Ketika kita memaknai perjalanan hidup kita, dari kecil hingga dewasa sekarang ini, rasanya sangat sulit merasakan kedamaian yang sesungguhnya. Orang yang semakin dewasa justru semakin sedikit yang dapat merasakan kedamaian. Ironis sekali. Bayangkan saja bagaimana dulu ketika kita kecil, ketika kita merasa sakit, hanya berada dalam pelukan ibu saja rasanya sudah damai sekali. Segala kesusahan dan rasa sakit itu tiba-tiba hilang ketika ibu kita memeluk kita dengan hangat.

Ketika kita beranjak dewasa, entah mengapa sulit bagi kita menemukan kedamaian. Sebagai contoh, mungkin ada beberapa dari kita sering datang ke ruang-ruang adorasi untuk berdoa demi sekedar mencari kedamaian. Tapi saat berada di dalam keheningan ruang adorasi, benarkah kita sungguh dapat merasakan kedamaian? Mungkin 5-10 menit pertama, saat kita baru datang dan berniat doa adalah saat tenang dan damai yang paling hakiki. Memasuki menit ke 15, mulai ada pikiran-pikiran lain yang datang. Tiba-tiba merasa badan pegal-pegal. Tiba-tiba ingat bahwa tadi sebelum berangkat ke ruang adorasi sedang dalam keadaan marah karena bertengkar dengan keluarga kita. Atau mungkin kita lalu memikirkan pekerjaan yang belum selesai kita kerjakan padahal itu pekerjaan yang penting. Bagaimana kita memikirkan luka lama yang kembali teringat kala bertemu dengan orang yang tidak kita sukai. Rasa damai dan tenang yang kita rasakan ketika awal memasuki ruang adorasi tiba-tiba langsung terusir, hilang entah kemana. Kita jadi sibuk memikirkan ini dan itu sampai tak sadar tujuan awal kita datang ke ruang adorasi.

Kedamaian menjadi hal yang langka ketika kita banyak memikirkan hal-hal duniawi. Ujian di depan mata, pekerjaan yang sudah tenggat waktu, sakit penyakit yang sedang di derita, hutang yang belum dibayar, kekesalan pada keluarga, kemarahan pada lingkungan sekitar kita, keinginan dan doa yang belum terkabul. Hal-hal kecil yang sebetulnya dapat kita syukuri menjadi hilang dan terlupakan ketika kita banyak memikirkan perihal kefanaan.

Beruntung umat Katolik memegang tradisi yang begitu kental. Tradisi masa adven, selalu dapat membawa kita kembali pada harapan akan memperoleh kedamaian. Masa adven mengingatkan kita kembali bahwa kita sedang menantikan kedatangan penyelamat kita, Yesus Kristus, Sang Pembawa Damai sebagaimana di nubuatkan nabi Yesaya, "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai" (Yes 9:6).

Mari saudara-saudaraku yang terkasih, dalam masa adven ini kita diajak untuk membawa damai sebagaimana Tuhan Yesus membawa kedamaian bagi kita. "Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat" (Luk 21:27-28). Kita mengimani bahwa Tuhan akan selalu hadir disetiap langkah hidup kita. Dia akan menyelesaikan setiap perkara kita. Jadi kita tak perlu khawatir lagi akan hal-hal duniawi. Tuhan mau agar kita membawa damai sebagaimana Dia hadir untuk kita dengan membawa damai juga. Biarlah hal duniawi diselesaikan oleh-Nya, karena janji Tuhan pada kita adalah tetap untuk selama-lamanya, "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Luk 21:23)

Selamat menyongsong masa adven kembali. Mari kita wartakan damai dan sukacita kita sambil menantikan kedatangan kembali Yesus Kristus. Mari kita pancarkan wajah Tuhan dengan menebarkan kedamaian pada orang-orang di sekitar kita. Selamat mempersiapkan diri menyambut kehadiran Tuhan dan semoga Tuhan memberkati kita semua. Bunda Maria mendoakan.   

Sunday, November 4, 2018

Waktu Terbaik Menurut Tuhan

Banyaknya bencana alam belakangan ini membuat saya semakin menyadari bahwa kematian itu merupakan sesuatu hal yang pasti dan tidak ada seorang pun yang tahu kapan waktunya. Ketika seseorang mengalami suatu peristiwa kematian seringkali orang tersebut bertanya pada Tuhan mengapa hal ini terjadi atau bagaimana mungkin kematian menjemput begitu cepat, padahal kita berbuat banyak bagi orang yang meninggal tersebut? Ketika kita mengalami kematian orang-orang yang kita kasihi kadangkala kita menjadi marah dan berontak bahkan menjauh dari Tuhan. Kematian mendadak seperti kecelakaan atau bahkan penyakit yang tidak terduga membuat kita juga berfikir bahwa hidup itu tidak adil. Pernahkah kita menjauh dari Tuhan karena peristiwa kematian atau kita justru semakin mendekat ketika peristiwa kematian itu datang?

Adalah seorang pemuda yang semasa hidupnya bekerja sangat keras. Dalam waktu singkat, pemuda ini berhasil mencapai kesejahteraan yang besar. Hidupnya berkelimpahan, sukses di masa muda ini membuatnya percaya diri untuk melangkah ke jenjang berikutnya. Pemuda ini lalu memutuskan untuk berkeluarga dan menjalin hubungan yang harmonis dan bahagia dengan keluarga kecilnya ini. Semua orang disekitarnya melihat berapa hebatnya pemuda ini, banyak yang bertanya mengenai kisah hidupnya yang dipandang orang menjadi gambaran ideal dari kehidupan. Anehnya, dalam hati pemuda ini dia malahan merasa hidupnya tidak sesempurna yang orang lain pikirkan. Dia merasa kesepian. Dia merasa sendirian, dia merasa bahwa tidak ada lagi yang harus dia lakukan karena dia sudah berhasil mendapatkannya, tidak ada lagi yang ingin dicapainya, dia merasa putus asa karena kehilangan tujuan hidupnya.

Kemudian pemuda ini menemui seorang bijaksana. Dia bertanya kepada orang bijaksana itu, mengapa dia merasa seperti ini, mengapa dia tidak merasa bahagia padahal semua dia sudah berhasil meraih apa yang dia usahakan semasa mudanya. Orang bijaksana itu lalu berkata, "Buatlah sebuah daftar setiap hari, tentang apa yang akan dilakukan seandainya hari itu adalah hari terakhir Anda." Pemuda tersebut pulang dan melakukan seperti yang dianjurkan oleh orang bijak tersebut. Setiap hari, dia membuat daftar apa saja yang akan dilakukannya seandainya hari itu adalah hari terakhir dalam hidupnya. Dia berubah, tidak lagi merasa kesepian, tidak lagi memikirkan hal-hal kecil yang membuatnya tidak bahagia. Dia mulai menikmati setiap harinya tanpa banyak merisaukan hal yang sepele. Dia sekarang bahagia.

Saudaraku yang terkasih, pernahkah Anda membuat daftar kegiatan sebagaimana pemuda tadi lakukan? Pernahkah Anda membuat daftar kegiatan tentang apa yang akan Anda lakukan seandainya hari ini adalah hari terakhir Anda? Pernahkah Anda bahkan mencoba membuat daftar itu? Cobalah. Mungkin daftar itu akan membantu Anda menemukan jawaban atas kesulitan Anda. Mungkin juga daftar itu akan membawa Anda pada kedamaian yang selama ini sulit Anda dapatkan. Atau mungkin daftar itu akan membawa Anda pada kebahagiaan yang selama ini Anda cari. Cobalah mendekat pada Tuhan, Dia hanya sejauh doa. Dia akan membantu Anda dalam membuat daftar yang tepat. Sehingga bilamana waktunya tiba, Anda sudah siap. Bilamana waktunya tiba, tidak ada lagi penyesalan. Bilamana waktunya tiba dan Anda harus pulang, Anda akan pulang ke rumah Bapa dengan penuh sukacita dan kebanggaan bahwa Anda sudah meraih banyak hal selama masa hidup Anda di dunia. Hendaknya kita bersiap-siap selalu. Ketika Dia memanggil, dengan mantap kita akan berkata, "Ini aku, Bapa. Aku siap."

"Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta, supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur. Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah! (Mrk 13:35-37)."

Saudaraku yang terkasih, marilah kita mempersiapkan hati dan pikiran kita agar kelak kita dipantaskan ketika memasuki gerbang keabadian kita masing-masing. Selamat belajar menjadi lebih baik. Selamat mencari Tuhan dan bertekun dalam pengajaran-Nya. Semoga Tuhan memberkati dan Bunda Maria mendoakan kita semua. 

Sunday, September 9, 2018

Kitab Suci Penuntun Langkahku

Ketika orang Katolik berbicara soal Kitab Suci, banyak diantaranya mengaku jarang bahkan hampir tidak pernah meluangkan waktu untuk membaca Kitab Suci. Kitab Suci menjadi benda rohani wajib yang dipakai hanya pada saat belajar agama saja. Atau ada pertemuan lingkungan, atau ada acara khusus. Ketika banyak dari kita kurang merasakan manfaat dari membaca Kitab Suci dan banyak diantara kita juga yang tidak memberikan waktu luang untuk itu.

Secara jujur, saya awalnya adalah golongan orang Katolik yang begitu, jarang membaca Kitab Suci. Pikir saya, toh saya bisa mendengarkannya minimal saat saya mengikuti perayaan Ekaristi. Saya tak pernah berkeinginan untuk membukanya, apalagi membacanya. Bagi saya apa yang dibacakan saat misa itu saja sudah cukup dan tidak merepotkan saya.

Gereja Katolik belakangan ini sangat rajin menggalakkan program membaca dan membahas tentang Kitab Suci. Gereja sangat menganjurkan agar kita dapat membaca Kitab Suci setiap hari. Saya jadi teringat pengalaman dalam kehidupan sehari-hari kita. Olahraga yang sering saya lakukan adalah lari. Entah itu pagi atau sore sepulang kerja. Pelari cupu (=culun punya), hanya sekedar iseng, hobi dan senang-senang semata. Suatu ketika, teman saya mengajak saya berlari pada event lari selevel marathon (42 km). Dalam hati saya langsung terlintas, “Buset, sanggup ga yaa saya?” Lalu akhirnya setelah berunding disepakati untuk berlari Half Marathon dulu saja untuk mencoba kekuatan kaki kita (Half Marathon = 21,1 km).

Kami punya waktu beberapa bulan sebelum event itu berlangsung. Sebagai pelari cupu, setiap pagi ketika melihat ada orang yang sedang lari pagi, pikiran saya langsung teringat pada event itu. Saya terus berpikir, sanggup atau tidak ya? Finish atau tidak nih? Saya menjadi paranoid dan tegang sendiri, berpikir kalau-kalau saya tidak bisa menyelesaikan lari itu. Saya lalu memutuskan untuk rutin berlatih lari seminggu 2-3 kali. Tidak pernah lama, maksimal 1 jam atau maksimal 10 km, tergantung waktu latihan yang saya pilih. Tapi maksimal hanya 10 km, tidak lebih. Sedangkan saya nanti harus berlari 2 kali lipat dari itu.

Ketika akhirnya event itu berlangsung. Saya berhasil finish sesuai dengan ketentuan waktu yang ditetapkan oleh panitia. Ternyata saya sanggup. Ternyata saya berhasil. Ternyata latihan saya tidak sia-sia, pada akhirnya saya dapat puas dengan hasilnya karena berhasil melewati garis finish. Begitu juga dengan perjalanan iman kita. Kadangkala ketika kita sedang dirundung masalah, ketika rasanya cobaan datang bertubi-tubi tanpa henti, kita sering bertanya pada Tuhan, sanggupkah kita melewati semua cobaan ini? Sanggupkah kita melewati rintangan dan tantangan ini? Ya! Tentu bisa! Asal kita rajin berlatih.

Bagaimana kita melatih iman kita? Dengan membaca Kitab Suci! Sedikit demi sedikit, mungkin satu ayat setiap hari, atau satu perikop setiap hari? Atau satu jam setiap hari? Berlatihlah sedikit demi sedikit. Karena dengan yang sedikit itu, pada akhirnya kita akan bisa mengatasinya, kita akan berhasil melewati badai kehidupan kita. Kita akan mencapai garis finish kita masing-masing! Dan yang pasti kepuasan dan kedamaian akan kita rasakan saat kita berhasil melampaui hal yang awalnya kita pikir akan mustahil. Percayalah!!!

Saudaraku yang terkasih, selamat belajar meluangkan waktu untuk membaca Kitab Suci, selamat belajar untuk mewartakan Injil, selamat mencintai Kitab Suci. Karena Tuhanlah yang berbicara langsung pada kita lewat Kitab Suci. Tuhanlah yang secara langsung menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kita lewat Kitab Suci, dan yang pasti Tuhan juga yang akan selalu menuntun jalan kita ketika kita rajin membaca Kitab Suci. Semoga Tuhan memberkati Saudara dan Bunda Maria mendoakan kita semua.

Sunday, July 8, 2018

Bukan untuk Dibaca

Saya penasaran, ketika Anda sampai pada halaman ini, kira-kira berapa banyak dari Anda yang membacanya ya? Kira-kira berapa persen dari penerima majalah Gratia yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca kolom “Berbagi” ini? Hampir setiap bulan saya menulis di kolom ini, kadang kala saya berpikir, memangnya ada yang membacanya? Mungkin tidak ada yang akan menyadarinya kalau saya berhenti menulis, atau bahkan apabila kolom “Berbagi” ini ditiadakan pun mungkin tidak ada yang protes. Sepertinya yang membaca tulisan saya ini hanya saya sebagai penulis dan bagian redaksi yang menyuntingnya, hanya 2 orang saja. Ya, kadang saya berpikir seperti itu, berpikir bahwa tulisan ini hanya sekedar untuk menambah-nambah halaman pada Gratia saja, bukan untuk dibaca.

Lalu untuk apa saya terus menulis? Entahlah, terkadang menulis membantu saya untuk berbicara dengan diri saya sendiri. Kadang dengan menulis saya jadi merasa dikuatkan seolah-olah ada orang yang mengatakannya pada saya. Bunda Teresa mengajarkan “Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang; tapi bagaimanapun, teruslah berbuat baik. Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu sebaik-baik yang dapat engkau lakukan. Pada akhirnya, engkau akan tahu bahwa ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu, bukan urusan antara engkau dan mereka.” Mungkin pesan itulah yang menyemangati saya untuk terus menulis.

Bukan setiap saat saya bisa menulis, terkadang ada waktu-waktu dimana saya kelelahan dengan rutinitas saya sehingga kehabisan energi untuk menulis. Mungkin Anda juga sering mengalaminya. Bukan soal menulis saja, tapi dalam berbagai macam kegiatan pelayanan yang Anda lakukan. Banyak diantara kita adalah pekerja kantoran yang sehari-harinya menghabiskan banyak waktu di tempat kerja, beberapa adalah pengusaha yang mengelola usahanya dari pagi hingga sore/malam. Sebagian dari kita memilih untuk menerima panggilan sebagai pelayan Tuhan, itu artinya kita akan mengorbankan lebih banyak lagi waktu kita, tenaga dan pikiran kita untuk melakukan pelayanan yang tanpa pamrih.

Pengorbanan-pengorbanan yang kita pilih dan kita lakukan seringkali membuat orang ragu untuk melakukan hal-hal baik. Kadangkala kita malahan takut melakukan hal baik justru karena harus mengorbankan banyak faktor dalam hidup kita, tenaga, waktu, materi, pikiran dan lain sebagainya. Kadangkala kita menjadi perhitungan dengan mempertimbangkan untung rugi dari apa yang kita lakukan.

Yesus mengajarkan pada kita hal yang seringkali bertentangan dengan kehendak dunia. Ketika Ia berkata, "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu" (Luk 22:20), Ia mengajarkan kita untuk mau berkorban bagi Allah kita. Yesus sendiri saja rela mengorbankan nyawa-Nya demi keselamatan kita, bagaimana mungkin kita membandingkan pengorbanan kita yang kecil ini dengan ajaran Yesus yang rela mengorbankan nyawa? Bagaimana mungkin kita memperhitungkan hal-hal kecil demi tujuan pelayanan pada Tuhan?

Saudaraku yang terkasih, apabila saat ini Anda sedang membaca tulisan ini sampai akhir dan merasakan bahwa ada panggilan kuat dalam diri Anda untuk melayani Tuhan, jangan abaikan. Jawablah dengan tegas, "Ini aku, Tuhan. Utuslah aku." Jangan takut sebab Ia akan menyertai Anda sampai akhir zaman (Mat 28:20). Tetaplah berbuat baik, tetaplah setia dan rendah hati. Tetaplah melayani, karena pada akhirnya, ini adalah urusan Anda dengan Tuhan. Semoga Tuhan memberkati Anda dan Bunda Maria mendoakan.

Sunday, May 6, 2018

Maria Sumber Inspirasi dan Teladan Hidup Kita

Ada salah satu kisah yang saya baca dari sebuah buku yang berjudul, "Tuhan Tak Pernah Tidur", karangan Regina Brett. Kisah tentang sebuah keluarga yang dikaruniai seorang anak yang mengalami Down Syndrome. Keluarga tersebut sudah mempunyai lima anak ketika anak terakhir mereka dilahirkan. Tetapi kedua orangtuanya mencintai anak bungsunya itu sama seperti kelima anak lainnya. Ketika akhirnya sang ibu meninggal karena terkena kanker payudara, sang ayah membesarkan keenam anaknya seorang diri. Sang ayah menjadikan putra bungsunya pusat dari semesta. Potongan yang retak itu ternyata membuat mereka utuh.

Sang ayah tak pernah mengeluh menjadi orang tua tunggal dari enam anak. Berpuluh-puluh tahun berlalu. Setiap anak berperan sebagai ibu, kemudian pergi melanjutkan kuliah, dan mewariskan peran ibu kepada adiknya. Ketika sang ayah berusia 80 tahun, semua kakaknya menginginkan si bungsu untuk pindah ke rumah mereka. Tetapi Tuhan berkehendak lain. Sehari sebelum kakak wanita si bungsu menikah, setelah acara makan malam bersama, si bungsu pingsan karena emboli paru-paru. Tak seorang pun dapat menghidupkannya kembali. Seusai misa pemakaman, pastor meminta keluarga untuk merenungkan bagaimana kita menggunakan karunia-karunia kita. Si bungsu datang bersama karunianya secara alami, karunia itu datang bersama ekstra kromosom. Dalam kalimat perpisahannya, sang ayah berkata, "Orang-orang selalu mengatakan bahwa kami adalah karunia besar bagi anak bungsu ini. Justru sebaliknya, dia adalah karunia besar bagi kami."

Saudaraku yang terkasih, ketika Tuhan mengijinkan terjadinya pencobaan dalam hidup kita, kita boleh percaya bahwa Tuhan tidak pernah memberi lebih dari apa yang bisa kita pikul. Beberapa dirancang untuk memikul lebih banyak, beberapa lainnya lebih sedikit. Terlepas dari apapun, bahkan jika kita diminta memikul sebagian dari langit, itu lebih dari yang bisa kita tanggung. Itu adalah karunia.

Sama seperti teladan Bunda Maria yang kita devosikan selama bulan Mei ini. Ketika Bunda Maria berkata, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu. Lalu malaikat itu meninggalkan dia" (Luk 1:38), itu artinya Bunda Maria mau mengajarkan pada kita tentang kepasrahan penuh iman, bahwa kita akan dapat menanggung segala beban penderitaan, maupun tanggung jawab besar dalam segala bidang kehidupan kita.

Teladan Maria bukanlah teladan yang sia-sia. Ketika kita menyerahkan segala persoalan kita di hadapan Tuhan, seringkali jawaban atas persoalan kita terjawab seutuhnya. Pasrah dan berserah penuh iman, berbeda dengan pasrah tanpa usaha. Pasrah yang menjadi alasan kita bermalas-malasan atau mencari pembenaran diri. Ketika kita tetap memegang teguh iman dan kepercayaan kita pada Allah, kita percaya bahwa Allah akan membimbing kita ke jalan yang benar, ke jalan yang seturut dengan kehendak-Nya.

Bagaimana caranya agar kita bisa memperoleh jawaban dari Tuhan atas persoalan kita? Dengan memiliki hidup yang dekat dengan Allah. Sama seperti Bunda Maria yang memiliki hubungan akrab dengan Allah, sehingga Allah berkenan dan mempercayakan anak-Nya yang tunggal kepada Maria. Hubungan dekat antara Allah Bapa dan Maria sungguh tercermin dari perkataan Maria yang menerima seutuhnya perintah dari Allah. Maria tidak memberontak, Maria tidak menolak dan protes, bahkan Maria tidak berlari menjauhi Allah, dia ikhlas hati menuruti kehendak Bapa.

Saudaraku terkasih, mari kita belajar dari Bunda Maria, dengan segala kerendahan hatinya, bersedia menanggung segala perintah Allah, meskipun harus menderita karenanya. Bunda Maria percaya penuh pada ketetapan Allah. Kata-kata Maria hendaknya meneladan kita untuk memiliki hubungan akrab dengan Tuhan. Mari kita membuka hati kita untuk memberikan tempat paling istimewa dalam hati kita bagi kediaman Allah. Selamat menyambut bulan Maria, bulan penuh berkat terutama bagi mereka yang berdevosi kepada Bunda Maria. Semoga Tuhan memberkati Anda sekalian dan Bunda Maria mendoakan kita semua.   

Saturday, April 7, 2018

Go Green..Go Green..Go Green..

Go green..go green.. kata-kata tersebut belakangan ini semakin menggema dan populer di dalam keseharian kita. Semua bidang dalam kehidupan kita selalu disangkutpautkan dengan Go Green. Ajakan untuk menjaga kelestarian lingkungan kita. Mengapa ajakan menjaga ini semakin lama semakin populer dan semakin sering disinggung-singgung? Karena bumi yang kita tempati sekarang ini telah menjadi semakin tua.

Saya adalah seorang perantau, bukan lahir dan menjalani masa kanak-kanak di Bandung. Saya ingat dengan jelas, sewaktu saya masih kecil, saya suka sekali diajak berlibur ke Bandung. Saya suka melintasi jalur perkebunan teh yang terhampar disepanjang sisi jalan, dengan udaranya yang segar, sejuk, wangi aroma dedaunan. Belum lagi ditambah dengan kabutnya yang masih sangat banyak menutupi jalan yang kami lalui. Saya langsung jatuh cinta pada suasana sejuknya kota Bandung.

Setelah saya menetap semakin lama di Bandung, suasana kabut dipagi hari sering kali tidak dapat saya lihat lagi. Udara yang tadinya dingin dan sejuk pun semakin berkurang, apalagi ketika siang hari. Panas matahari begitu menyengat dan panas. Kalau kata orang Sunda, itu namanya "hareudang". Semakin banyak mobil dan motor membuat udara yang tadinya segar menjadi penuh polusi dan kotor. Dan yang paling membuat saya sedih adalah masalah sampah!

Saya adalah pengguna setia angkutan kota di Bandung. Saya sering berada dalam angkot dengan berbagai macam tipe penumpang dari berbagai macam latar belakang dan usia. Saya sedih ketika saya melihat ada penumpang yang masih pelajar, membawa makanan kedalam angkot dan membuang sampah bekas makanannya di dalam angkot! Dan yang paling parahnya adalah seorang ibu yang menyuruh anaknya yang sedang makan untuk membuang sampah bekas makanannya itu di dalam angkot, dibawah kursi penumpang! Rasanya ingin marah, kesal, dan tak habis pikir. Angkot adalah fasilitas umum yang digunakan oleh banyak orang. Para penumpang pengguna angkot tentunya ingin merasakan kenyamanan di angkot yang ditumpanginya. Tapi bagaimana bisa nyaman kalau di dalam angkot betebaran sampah-sampah sisa makanan?

Seingat saya, sewaktu saya masih duduk di bangku SD, para guru mengajarkan tentang cara membuang sampah yang baik, ya harus ke tempat sampah. Dulu juga, ketika saya membuang sampah sembarangan, orang tua saya langsung menepak tangan saya dan menyuruh saya untuk memungut kembali sampah yang saya buang agar dibuang ke tempat sampah. Bagaimana mungkin ada anak yang bisa sembarangan begitu membuang sampah sekarang ini? Apa tidak diajarkan di sekolah ya sekarang dimana kita seharusnya membuang sampah? Apa para orang tua sekarang juga tidak bisa memberikan contoh cara membuang sampah yang benar? Heran saya #tibatibaemosi. Hahaha.

Ketika bumi diciptakan, "Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Dan jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik (Kej 1:11-12). Ya, Allah telah menciptakan bumi dan segala isinya ini dengan sangat baik, "TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya (Mazmur 24:1).

Ketika Allah menciptakan bumi dengan sangat baik, apa hak kita mengotorinya? Apa boleh kita dengan seenaknya merusak bumi tempat tinggal kita ini, padahal Sang Empunya bumi adalah Allah? Sadarkah kita bahwa kita telah menodai dan mengotori ciptaan Tuhan yang telah dirancang begitu sempurna? Kita hanyalah manusia yang diijinkan singgah sebentar di bumi ini, apa pantas kalau kita merusak tempat tinggal yang Allah ciptakan? Apa boleh kita berlaku seenaknya dengan mengotori bumi ini? Jika sebentar saja, kita diberi waktu untuk merenung, siapakah kita ini dimata Tuhan dan betapa kecilnya kita bagi Allah?

Saudaraku yang terkasih, mari kita sekalian berkomitmen mulai hari ini, untuk lebih peduli dan sayang pada sesama ciptaan Tuhan, pada alam kita, pada lingkungan tempat kita tinggal, pada sekitar kita. Saat kita sebagai sesama ciptaan Tuhan saling menjaga, maka Allah akan tersenyum bahagia. Mari sedikit saja kita berusaha untuk membalas kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Mari kita buat Allah tersenyum. Mari menjaga lingkungan kita. Semoga Tuhan memberkati Anda sekalian dan Bunda Maria mendoakan kita.   

Sunday, February 4, 2018

Rahmat Allah sebagai Sumber Kekuatan Kita

Memasuki bulan Februari tentunya juga mengingatkan kita bahwa kita juga memasuki masa pra Paskah. Masa pra Paskah yang identik dengan pertobatan selalu ingin mengajarkan pada kita untuk dapat merefleksikan kembali kehidupan kita. Masa pra Paskah selalu mengajarkan kita juga untuk dapat melihat sejauh mana pertobatan kita tahun sebelumnya telah membawa kita pada hidup yang lebih baik di tahun berikutnya.

Sampai hari ini masa pra Paskah selalu diidentikkan dengan pertobatan sejati. Pertobatan sejati yang mungkin kita sendiri belum yakin apa makna sesungguhnya dari arti kata itu. Pertobatan yang sejati selalu mengajarkan kita, selalu menuntut kita melakukan hal-hal yang luar biasa. Ketika kita jatuh dalam dosa kita harus mampu bangkit kembali dan melawan dosa kita itulah makna sesungguhnya dari pertobatan yang sejati. Ketika pertobatan itu membuat hidup kita menjadi lebih baik, dapat menjadi berkat bagi sesama, dapat memberikan yang terbaik untuk kemuliaan Tuhan, dan yang terutama dapat memberikan Sukacita baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain dan Tuhan sendiri maka pertobatan itulah yang hendaknya kita capai.

Dalam setiap pergumulan hidup, kerap kali kita dihadapkan pada situasi yang mungkin mengharuskan kita untuk bertindak tegas. Kadang ketegasan diterima orang lain sebagai suatu bentuk penindasan, ketegasan belum tentu mampu diterima dengan rendah hati oleh beberapa orang. Ketika kita mampu menerapkan ketegasan dengan bentuk kasih, untuk mewujudkan pertobatan kita menjadi manusia yang lebih baik itu artinya kita telah berhasil membawa damai juga pada sesama.

Mungkin beberapa dari Anda bertanya, bagaimana mungkin kita bertindak tegas namun dengan kasih? Mungkinkah kita menerapkan ketegasan dengan kasih? Ketika kita mengandalkan kekuatan manusia untuk menjadi tegas maka orang lain akan menganggap ketegasan kita sebagai bentuk penindasan. Ketika kita menerapkan ketegasan kita dengan mengikuti ajaran Tuhan Yesus Kristus, maka bukannya tidak mungkin kita akan mampu mengajarkan ketegasan namun dengan penuh kasih. Itulah yang disebut rahmat Allah.

Rahmat Allah selalu memampukan kita untuk bertindak lebih bijaksana. Rahmat Allah memungkinkan kita untuk melakukan hal yang kadang terdengar mustahil, misalnya memaafkan musuh kita, membantu sesama ketika kita sendiri sedang dalam kesulitan, mendengarkan dan menasihati sesama disaat kita sendiri sedang berbeban berat. Rahmat Allah selalu mampu memberikan kita kemampuan untuk dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Rahmat Allah selalu membimbing kita pada jalan yang membawa kita menjadi manusia yang lebih baik, seturut kehendak Bapa.

Marilah Saudaraku terkasih, kita berdoa memohon rahmat Allah dalam menyongsong masa pertobatan kita tahun ini, masa pra Paskah kita masing-masing, masa yang penuh berkat apabila kita sungguh-sungguh mau bertobat. Segala yang Tuhan ajarkan dalam Kitab Suci tentang pertobatan hendaknya kita terapkan sedikit demi sedikit dalam kehidupan kita, karena kita belum tentu mampu melaksanakan setiap ajaran itu semua dan sekaligus. Semoga Tuhan membimbing kita untuk memperoleh rahmat Allah dan semoga Tuhan memberkati segala niat baik kita juga, untuk melakukan pertobatan dalam masa pra Paskah ini dengan penuh kasih, sehingga kita melakukan pertobatan kita dengan penuh Sukacita. Semoga Tuhan memberkati dan Bunda Maria mendoakan kita semua.    

Sunday, January 14, 2018

Selalu Mengandalkan Tuhan dalam Setiap Rencana

Setiap tahun, ketika kita merayakan tahun yang baru kita selalu bertanya, atau ditanya mengenai harapan kita di tahun yang akan datang. Setiap kali kita ditanya harapan pastilah kita akan memberikan jawaban mengenai hal-hal baik yang kita harapkan akan kita terima. Hal yang mungkin adalah keinginan terpendam kita, mimpi-mimpi kita, cita-cita dan segala hal yang ingin kita raih, yang ingin kita dapatkan. Segala harapan itu menjadi semacam tolak ukur kebahagiaan kita.

Perubahan yang kita hadapi setiap tahun, bahkan setiap hari sering membuat kita berpikir bahwa kita akan selangkah lagi mencapai cita-cita atau harapan kita. Seringkali kita mengukur seberapa dekat langkah kita menuju harapan kita. Seringkali kita berasumsi sendiri tentang seberapa banyak usaha yang kita jalani sehingga kita merasa berhak atas hasil dari jerih payah kita.

Harapan dan usaha kita seringkali membutakan kita. Kadang kala kita lupa akan Tuhan dalam menjalani kehidupan kita. Kita sibuk sendiri dengan segala usaha dan cita-cita kita tanpa mempedulikan Tuhan. Kita lupa melibatkan Dia dalam usaha kita sehingga ketika kita mengalami sedikit kegagalan, kita menjadi sangat kecewa. Kita menjadi emosional dan menarik diri. Bahkan banyak yang kemudian malahan meninggalkan Tuhan karena merasa dikecewakan.

Saudaraku terkasih, pernahkah Anda merasakan seperti itu? Anda merasa kecewa ketika segala usaha Anda ternyata sia-sia. Anda merasa telah melakukan segala hal yang terbaik yang bisa Anda lakukan tetapi hasil yang Anda terima ternyata tidak sesuai dengan harapan Anda. Ketika kekecewaan itu rasanya begitu berat Anda lalu memutuskan bahwa Tuhan lah yang bersalah atas kegagalan anda, bahwa Tuhan lah yang menjadi penyebab semua kesulitan dan semua kekecewaan Anda. Anda menjadi pemarah, Anda menjadi pendendam, Anda menjadi penggerutu, penuh keluh kesah dan tidak lagi mampu melihat sukacita, tidak lagi mampu melihat harapan, tidak lagi mampu melihat hal-hal baik yang dapat Anda syukuri.

Harapan selalu baik apabila kita peruntukan baik, harapan selalu ada apabila kita terus berpegang pada janji Tuhan. Harapan akan menjadi sia-sia ketika kita melupakan campur tangan Tuhan dalam hidup kita. Segala usaha kita untuk mencapai harapan kita itu akan menjadi hampa tanpa kehadiran Tuhan. Apabila saat ini Anda dalam suasana hati yang penuh kekecewaan merasa gagal dan merasa ditinggalkan mungkin ini saatnya bagi Anda untuk menilai dalam diri Anda, untuk bertanya dalam hati apakah Anda telah melibatkan Tuhan dalam segala usaha Anda? Apakah Anda sungguh-sungguh berharap hal-hal baik sehingga Tuhan merestui harapan Anda itu? Apakah menurut Anda kegagalan dan kekecewaan yang Anda alami murni kesalahan Tuhan ataukah hanya egoisme Anda sendiri yang menghalangi Anda untuk melihat bahwa sesungguhnya ini adalah pelajaran yang ingin Tuhan ajarkan pada Anda dalam menghadapi kehidupan ini.

Satu hal lagi yang mungkin menjadi penyebab kekecewaan Anda adalah harapan yang terlalu tinggi yang Anda inginkan. "Harapan orang benar akan menjadi sukacita, tetapi harapan orang fasik menjadi sia-sia” (Amsal 20:28). Pernahkah Anda mengkaji ulang mengenai harapan-harapan Anda? Mengenai cita-cita Anda? Apakah tujuan yang ingin Anda capai ketika harapan dan cita-cita Anda menjadi kenyataan? Janganlah membuat harapan yang sia-sia seperti harapan orang fasik. Biarlah harapan Anda menjadi harapan yang seturut kehendak Tuhan. Oleh karena itu hendaklah di tahun yang baru ini, kita memulai awal tahun baru ini dengan membuat harapan-harapan dalam doa kita yang disertai dengan restu dari Tuhan saja sehingga harapan baik yang kita awali dengan doa dapat akhirnya terwujud sesuai dengan kehendak Tuhan bukan sesuai dengan kehendak kita saja.

Marilah saudaraku terkasih, kita awali tahun yang baru ini, tahun 2018 menjadi tahun yang penuh rahmat, yang penuh harapan baik, yang menjadikan kita lebih mampu mengandalkan Tuhan dalam setiap rencana dan langkah yang akan kita ambil ke depan. Biarlah tangan Tuhan yang berkarya atas hidup kita, atas harapan kita, atas cita-cita kita, atas pelayanan kita dan penyerahan diri kita seutuhnya kepada Tuhan. Marilah kita belajar untuk tidak memberikan harapan yang terlalu tinggi, untuk tidak berharap terlalu banyak sehingga kita tidak perlu mengalami kekecewaan yang berat dan sepenuhnya bisa mengandalkan Tuhan dalam setiap rencana dalam setiap usaha, dalam setiap kerja keras kita. Semoga Tuhan memberkati kita semua di tahun yang baru dan Bunda Maria mendoakan kita.