Thursday, December 8, 2016

Damai Sejahtera, Datanglah!

Bagi seluruh umat Katolik, menjelang penghujung tahun berarti adalah mengawali tahun Liturgi yang baru. Awal tahun liturgi selalu ditandai dengan kedatangan masa adven, masa penantian, masa pertobatan. Pesan Natal tahun ini adalah "Immanuel, Damai Sejahtera. Datanglah." Damai sejahtera, pesan yang sangat menyejukan di hati. Kita semua tentunya menginginkan damai sejahtera selalu datang dalam kehidupan kita. Hati yang damai adalah hati yang layak untuk menantikan kedatangan Juru Selamat kita, Yesus Kristus. Namun, pada masa sekarang ini sepertinya tidak banyak orang yang dapat merasakan kedamaian, banyak orang sibuk memikirkan betapa kerasnya hidup ini, betapa beratnya beban yang harus ditanggung. Betapa banyaknya orang yang datang dan pergi dalam kehidupan kita dan meninggalkan luka.

Ketika melihat kedalam diri, banyak peristiwa dalam hidup saya yang tidak berjalan sebagaimana "saya" inginkan. Kekecewaan, penipuan, caci maki, direndahkan, difitnah, dibohongi, sakit penyakit, dan semua hal yang menyedihkan lainnya, yang membuat saya kehilangan kasih dan kedamaian karena saya ingin bebas dari keadaan menyedihkan itu. Semua hal tersebut membuat saya terluka, membuat saya merasa bodoh karena dibohongi, membuat saya merasa tak berdaya ketika mengalami hinaan, membuat saya tak bisa berhenti memikirkan orang yang telah menyakiti saya karena saya terus memendam rasa sakit hati. Yaaa, saya tersakiti oleh orang-orang disekitar saya. Mereka telah sadar atau tidak sadar menyakiti saya dengan perbuatan atau kata-kata mereka. Tanpa sadar saya pun jadi terus menerus memupuk rasa sakit saya, membiarkannya tetap menjadi luka yang terbuka karena saya tak bisa berhenti memikirkannya.

Kalau sedang merasa kecewa dan disakiti, orang cenderung berpikir begini: "Saya tidak seharusnya diperlakukan begini", "Saya tidak seharusnya mengalami ini", "Saya orang yang tidak sepantasnya diperlakukan tidak adil". "Saya berharga, saya tidak layak menderita karena orang tersebut", kalau begitu STOP! Hentikan mencari pembenaran kelayakan itu, hentikan berlaku sebagai orang yang baik dan hanya pantas mendapatkan hal baik saja. Hentikan bertindak dan berpikir sebagai korban. Korban dari ketidakadilan, korban dari kata-kata bohong, korban dari lingkungan sekitar kita. Berhentilah berpikiran seperti itu dan kalau Anda benar-benar berpikir bahwa Anda berharga, maka hargailah diri Anda sendiri, hargailah waktu Anda, hargailah orang-orang sekitar Anda yang benar-benar perduli pada Anda. Bukankah dengan lapang dada menerima sebuah batu sandungan dan iklas menjalaninya justru akan semakin meningkatkan nilai diri Anda? Bukankah dengan mau menerima diri sendiri dan mau memaafkan diri sendiri itu akan lebih membawa kedamaian dibandingkan dengan menghujat dan mencari kambing hitam atas masalah Anda? Apakah waktu Anda yang berharga layak untuk dihabiskan dengan berpikiran bahwa Anda seharusnya atau tidak seharusnya melakukan ini dan itu? Bukankah akan lebih baik bila Anda dapat mencari sudut pandang yang lain dari masalah Anda dan pada akhirnya akan membawa Anda pada perubahan yang lebih baik? Bukankah Anda mencari damai sejahtera dalam kehidupan Anda?

Matius 5:43-45 berkata "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." Injil Lukas pun mengingatkan hal yang sama, "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu" (Luk 6:27-29). Ketika kita belajar kerendahan hati dan siap menerima pengajaran dari Tuhan tentang pengampunan, niscaya damai sejatera yang kita rindukan bukan sekedar harapan palsu belaka. Ketika kita mampu melihat bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita itu SUNGGUH AMAT BAIK, niscaya kita tak lagi menggerutu dan mengeluh, menghujat dan mencari kambing hitam, memaki dan menyalahkan.

Berawal dari diri sendiri, maukah Anda bercermin kedalam diri Anda, bertanya dan memperoleh jawabannya dari hasil refleksi Anda sendiri, alasan yang menyebabkan Anda tidak bahagia? Alasan mengapa Anda sulit merasakan damai sejahtera? Alasan untuk apa Anda mensia-siakan waktu Anda? Alasan mengapa Anda sulit mengampuni? Pengampunan berarti juga penerimaan diri. Memaafkan dan memperbaiki apa yang salah dalam hidup Anda. Pengampunan berarti membuka pintu damai dalam hati kita. Mari kita sambut masa adven kita dengan lebih banyak mengampuni sesama kita. Mari kita bersama mempersiapkan hati dan pikiran kita menyambut Sang Bayi damai. Mari kita berseru, "Immanuel, Datanglah!" Datanglah Damai Sejahtera, kami siap menerimanya. Semoga Tuhan memberkati dan doa Bunda Maria menyertai Anda sekalian. Selamat Natal! 

Saturday, November 5, 2016

Masa Penantian Menuju Harapan Baru

Sebuah kisah yang saya dengar baru-baru ini begitu menginspirasi saya dan entah mengapa terus teringat dan terasa sayang bila tidak dibagikan pada banyak orang. Sebuah kisah nyata kehidupan yang bermakna amat dalam dan benar-benar menjadi sebuah inspirasi bahwa sebuah penantian akan menghasilkan suatu harapan yang baru. Harapan yang baru akan dapat mengubah hidup seseorang dan menjadikannya suatu semangat yang tak akan pernah dapat dipadamkan.

Adalah seorang wanita berasal dari sebuah keluarga bukan Katolik kemudian menikah dengan seorang pria Katolik yang menyebabkan dia terpaksa pergi jauh meninggalkan keluarganya itu karena pernikahannya tidak mendapat restu dari keluarganya. Hidup jauh dari keluarga, di tempat yang baru, budaya yang berbeda, tak ada orang lain selain suaminya saja yang dia kenal membuatnya menjadi seorang wanita yang tegar, tabah dan kuat.

Wanita ini berjuang mencari nafkah bagi keluarganya karena ternyata sang suami bukanlah seorang suami yang dapat diandalkan. Tak mungkin dia kembali pada keluarganya yang tak lagi mengakuinya karena dia telah pindah keyakinan menjadi Katolik, tak ada teman yang dapat dijadikan tempatnya mencurahkan isi hatinya, yang dia miliki pada masa-masa terberat hidupnya hanyalah bergantung sepenuhnya pada kuasa dan kekuatan dari Tuhan.

Sepanjang perjalanan hidupnya, dia mempersembahkan waktu, tenaga dan pikirannya hanya demi menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya sehingga semua anaknya dapat meraih kesuksesan. Sepanjang hidupnya pula dia pasrah dan berserah pada Tuhan, hanya Dialah tempat mengadu dan mencurahkan air matanya.
Selama masa hidupnya yang dia serahkan untuk mengabdi pada Tuhan dan keluarganya, dia tak pernah sekalipun meragukan campur tangan Tuhan dalam hidupnya, dia dengan setia menantikan janji Tuhan untuk menjaganya. Hanya dengan berdoa dia mendapat kekuatan, hanya lewat doa pula dia berani menaruh harapannya akan hidup yang jauh lebih baik.

Memasuki masa adven ini, masa penantian akan kehadiran Yesus, saya ingin meniru ibu ini dalam kesetiaannya selama masa penantian. Dia tetap setia berdoa, dia tetap setia melayani Tuhan, dia tetap setia pada panggilannya sebagai seorang Kristiani sejati, dia tetap setia dalam keadaannya yang paling berat, meskipun dia mengalami cobaan yang terus bertubi-tubi namun imannya tak pernah goyah. Tak sedikit pun dia meragukan kekuasaan-Nya, kekuatan-Nya dan kemurahan hati-Nya.

Wanita ini dalam masa penantiannya, dapat selalu menemukan harapan yang baru akan kehidupan yang jauh lebih baik saat dia berdoa pada Tuhan. Ketika dia sedang berjuang mencari nafkah bagi anak-anaknya, dia mendapatkan harapan dari orang-orang di sekitarnya yang membantunya bertahan dalam kesulitannya. Saat dia dihadapkan pada kenyataan bahwa suaminya berlaku tidak setia, dia tetap dapat menemukan harapan baru bahwa Tuhan tetap besertanya, dalam doanya, dalam tangisnya, dalam kepedihannya, dalam keputusasaannya, dia selalu dapat menemukan secercah cahaya harapan baru dari kekuatan doa yang selalu setia dia daraskan. Dia sungguh mengimani bahwa Tuhan tak pernah meninggalkannya sendirian dan terpuruk. Dia tahu Tuhan selalu menggenggam tangannya dan mengangkatnya bahkan lebih tinggi dari keadaan sebelumnya. Imannya, doanya, keyakinannya, pengharapannya pada Tuhan menjadikan saya berpikir betapa kecilnya iman saya jika dibandingkan dengan ibu tersebut.

Ketika sedikit mengalami pencobaan, saya cenderung mengeluh dan menyalahkan Tuhan. Bukannya berdoa, saya sering kali menjauh dan marah pada Tuhan. Bukannya mengimani kekuatan Tuhan, saya cenderung marah dan meninggalkan-Nya.

Ketika saya mendengarkan kisah hidup ibu ini, saya malu. Saya sering merasa sakit hati pada Tuhan apabila saya merasa bahwa keinginan saya tidak terkabul. Saya marah dan berontak saat menghadapi pencobaan yang berat. Saya selalu gagal melihat bahwa dibalik setiap pencobaan sesungguhnya Tuhan sedang menguji iman kita. Tuhan ingin melihat seberapa paham kita akan ajaran-Nya. Maukah kita menerima pengajaran-Nya? Mampukah kita melepaskan ego kita dan berserah pada kehendak-Nya? Mampukah kita melewati rintangan dengan tetap setia pada panggilan kita? Dapatkah kita melihat harapan yang baru, yang sering kali terselubung dibalik kesulitan kita? Dapatkah kita belajar menjadi pribadi yang lebih baik justru disaat kita tengah menghadapi cobaan? Apakah kita berhasil melihat makna dan pembelajaran terselubung yang Tuhan ijinkan terjadi pada kita?

Kisah ini, hanya merupakan gambaran kecil yang saya utarakan disini. Semoga dengan membaca kisah ini, kita bersama dapat belajar untuk tetap setia dalam masa penantian kita. Semoga kisah ini juga dapat menyadarkan kita bahwa dibalik setiap penantian pasti akan selalu ada harapan yang baru. Harapan itulah yang kemudian dapat memulihkan setiap luka dalam hati kita, memulihkan setiap rasa sakit yang kita rasakan, memulihkan hubungan yang retak baik dengan sesama maupun dengan Tuhan. Harapan yang baru adalah harapan untuk menjadikan diri kita lebih baik dan lebih layak menantikan kedatangan Tuhan kita. Selamat menantikan kehadiran Tuhan kita dengan penuh harapan. Mari kita siapkan hati kita untuk menyongsong kehadiran-Nya dengan hati yang bersih, hati yang damai, hati yang telah dipulihkan. Semoga Tuhan memberkati dan doa Bunda Maria melindungi Anda sekalian. Amin.

Thursday, October 13, 2016

Misteri Doa Rosario

Tak terasa kita sekarang sudah berada di bulan Oktober, bulan dimana umat Katolik biasa menyebutnya sebagai bulan rosario. Para pengurus lingkungan seringkali akan mengagendakan kegiatan rosario bersama dirumah salah seorang warga lingkungannya demi mengisi acara lingkungan dibulan Oktober ini. Begitu banyak umat Katolik di seluruh dunia sangat menghormati dan percaya pada kekuatan dari doa rosario. Sebenarnya mengapa doa rosario dapat memperoleh tempat yang begitu istimewa bagi umat Katolik?

Saya bukanlah ahli sejarah, saya bukan pula sarjana teologis yang mempelajari secara mendalam tentang makna dibalik doa rosario, namun saya dan mungkin juga Anda pernah mengalami sebuah pengalaman yang luar biasa ketika kita mendaraskan doa rosario. Mengapa kita berdoa rosario? Ada misteri apa sebetulnya dengan doa rosario ini? Apa yang diharapkan dari kita dengan mendaraskan doa rosario?

Bunda Maria selalu menjadi sosok teladan yang sering kali kita jadikan cerminan kehidupan dalam pengamalan ajaran Allah. Ketaatan Bunda Maria sering pula kita teladani dalam pengalaman hidup kita sehari-hari. Ketika kita bicara tentang rosario, kita tentu secara otomatis membayangkan kehadiran dan penyertaan Bunda Maria dalam mengatasi setiap hal yang sedang kita hadapi. Berdoa rosario juga selalu membawa kedamaian pada saat kita mengalami kekalutan.

Di dalam kesederhanaan dan kelembutannya, Bunda Maria mengajarkan pada kita tentang makna doa yang terus menerus dan penuh harapan. Ketika kita sedang mengalami masa yang sulit, tanpa arah, berbeban berat, kita tentunya menghendaki sedikit kedamaian yang menenangkan. Bulir-bulir rosario yang kita daraskan satu per satu memberikan dampak sugesti positif dan energi baru yang menambah daya kekuatan pada kita.

Kadang kala saya mendengar bahwa orang non Katolik yang tidak mengenal tentang Bunda Maria menyebut rosario itu semacam jimat yang dapat melindungi kita dari apapun, sampai-sampai kita disebut menduakan Tuhan kita. Sesungguhnya, ketika kita mendalami makna tersembunyi dibalik banyaknya devosi yang kita tujukan pada Bunda Maria, kita akan dapat menemukan kebesaran Tuhan yang ternyata dinyatakan melalui Bunda Maria.

Ketika kita masih kecil, sebagai seorang anak yang baru berkembang kadang kala kita merasa tak berdaya saat melihat orang tua kita susah namun kita belum ada kemampuan untuk membantu meringankan beban mereka. Ketika kita telah menjadi dewasa dan mapan, sebagai seorang anak tentunya adalah kebahagiaan tersendiri apabila kita mampu membantu orang tua kita, memberikan apa yang mereka perlukan, memenuhi setiap kebutuhan dan keinginan mereka dan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi orang tua kita selagi kita masih dapat berbakti pada mereka.

Kita yang manusia biasa saja bisa melakukan hal-hal ajaib ketika kita ingin membahagiakan orang tua kita, bayangkan apabila Tuhan kita Yesus Kristus menghendaki hal yang sama, ingin membahagiakan Bunda Maria dengan mengabulkan setiap permohonan yang diajukan oleh ibundaNya itu. Bahkan sebagaimana dikisahkan dalam injil Yohanes 2:4-5, "Kata Yesus kepadanya: "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba. Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" Bunda Maria dengan penuh keyakinan dan kepercayaan mengajukan permohonan yang kemudian menjadi mujizat pertama yang dilakukan oleh Yesus meskipun Ia berkata "belum saatNya".

Karya ajaib dan mustahil, karya keselamatan yang dari Tuhan seringkali terjadi saat kita berdevosi melalui Bunda Maria. Melalui doa-doa yang kita tujukan dengan perantaraan ibundaNya, Yesus seakan mengajarkan pada kita bahwa karya keselamatan itu dapat hadir lewat siapapun, lewat apapun, dalam bentuk apapun yang berkenan menurutNya. Karya keselamatan terbesar yang pernah Dia lakukan adalah dengan mengorbankan nyawaNya demi keselamatan umat pilihanNya. Saat mengalami penderitaan yang paling berat dalam hidupNya, Bunda Maria tetap setia mendampingiNya sampai Ia wafat. Kesetiaan itulah yang membuat Bunda Maria tetap mendapatkan tempat istimewa dalam karya keselamatan yang Tuhan wartakan.

Mari kita belajar makna kesetiaan dari Bunda Maria, salah satunya dengan belajar setia mendaraskan doa rosario setiap hari sebagai bentuk penghormatan kita pada ibunda Yesus, yang menjadi Bunda kita semua. Selamat berdoa rosario, semoga segala yang Anda harapkan dapat terwujud. Tuhan memberkati.

Sunday, August 14, 2016

Kemerdekaan Bagi Orang Muda

Bulan Agustus selalu identik dengan perayaan ulang tahun kemerdekaan negara kita tercinta Indonesia. Bagi beberapa orang, perayaan kemerdekaan ini hanya bermakna sebagai ajang perlombaan-perlombaan yang menarik, pertandingan antar RT/RW setempat, atau hanya sekedar menikmatinya sebagai hari libur untuk bersantai di rumah. Banyak dari kita tidak lagi merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya.

Apalagi bagi kita yang masih muda, makna kemerdekaan negara rasanya tidak bermakna sesuatu yang berarti atau berharga begitu dalam. Perjuangan melawan penjajah yang mengorbankan jiwa dan raga hanya kita baca dalam buku sejarah saja. Bukan hal yang istimewa. Ketika muncul pertanyaan tentang makna kemerdekaan diantara kaum muda, mereka rata-rata akan memberikan makna lain dari kemerdekaan yang diraih dengan perjuangan fisik tersebut.

Kemerdekaan bagi orang muda sekarang biasanya diidentikan dengan kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan dalam mengemukakan pendapat, kemerdekaan dalam bertindak, kemerdekaan dalam hal yang lebih bersifat individual semata. Kemerdekaan kadang membuat anak muda masa kini menjadi lebih agresif dengan mengatasnamakan kemerdekaan yang semu.

Kemerdekaan dalam bertindak, bukan berarti dapat sesuka hati berlaku tidak sopan pada orang yang lebih tua. Kemerdekaan berkomunikasi bukan berarti mengadudomba seseorang dengan yang lain. Kemerdekaan berekspresi bukan pula berarti dengan seenaknya memecahbelah dan berlaku anarkis. Kemerdekaan tidak pula berarti dapat seenaknya merusak atau mengabaikan sesuatu.
Seorang murid yang berkata kasar pada gurunya, atas dasar kemerdekaan berbicaranya mengadukan perkara itu pada orang tuanya yang langsung bereaksi dengan tindakan sepihak memukuli guru yang bersangkutan tanpa terlebih dahulu mengecek masalah yang sebenarnya. Emosi membutakan mata dan menutup logika. Bukan, bukan kemerdekaan seperti itu yang perlu kita perjuangan sekarang ini, jangan menyalahartikan kemerdekaan untuk kepentingan pribadi semata.

Kemerdekaan yang bertanggung jawab adalah kemerdekaan yang sejati. Bukankah sebagai generasi penerus bangsa, kita yang muda dapat memberikan kontribusi dengan mengekspresikan kreatifitas kita menjadi daya tarik bagi bangsa kita? Bukankah kita yang muda sebaiknya memberikan waktu dan tenaga kita untuk hal-hal yang jauh lebih bermanfaat? Bukan hanya dalam kehidupan sehari-hari kita semata, tapi kemerdekaan yang sejati hendaknya kita nyatakan juga dalam membentuk pribadi yang lebih berakhlak, takut akan Tuhan dan menjadi pengikut-Nya yang setia.

Santo Paulus dalam salah satu suratnya mengingatkan pada kita, "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih (Gal 5:13)." Sebagai orang muda yang beriman dan takut akan Tuhan, hendaknya kita mampu mempergunakan semangat muda dan kemerdekaan kita untuk lebih peduli pada sesama kita. Bersikap rendah hati dan santun pada sesama adalah langkah bijak dalam mengisi masa muda kita.

Banyak kisah soal bullying yang terjadi di kalangan orang muda dewasa ini. Sebagai murid Kristus kita diharapkan mampu menjadi panutan untuk menghentikannya. Disaat banyak anak muda tidak peduli lagi dengan nilai-nilai sopan santun dan tutur kata lembut, hendaknya kita mampu menunjukan bahwa menjadi anak muda yang keren bukanlah anak muda yang bersikap kasar dan memberontak. Anak muda yang santun adalah anak muda yang mencerminkan semangat Kristus yang penuh kasih.

Matius 22:37-39 "Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Marilah Orang Muda Katolik, jadilah terang dan garam dunia, mari kita mempergunakan kemerdekaan kita dengan membagikan semakin banyak kasih pada sesama kita. Semoga Tuhan memberkati dan Bunda Maria menyertai.

Saturday, July 9, 2016

Hijau Bumiku, Sejahtera Hidupku

Bulan Juli ini rasanya identik dengan suasana liburan. Mengapa? Karena bertepatan dengan libur kenaikan kelas bagi pelajar dan suasana menyambut Hari Raya Idul Fitri bagi saudara-saudara kita umat Islam. Biasanya hari libur diisi dengan mengadakan wisata ke beberapa tempat, bagi yang memiliki kampung halaman tentunya libur panjang akan dimanfaatkan untuk dapat pulang ke kampung halamannya alias mudik. Tradisi mudik ini setiap tahun pasti dilakukan pada saat libur panjang seperti sekarang.

Liburan saya sendiri dihabiskan di kota Surabaya yang panas dan memiliki cuaca yang berbanding terbalik dengan Bandung yang dingin. Selama saya berwisata di kota Surabaya, saya dapati ternyata sekarang Surabaya telah menjadi kota yang sangat hijau. Jadi meskipun panas, angin yang berhembus terasa tetap menyejukan. Sepertinya sekarang semua pemimpin daerah berlomba-lomba menjadikan kotanya penuh dengan taman-taman dan pohon-pohon rindang. Entah atas dasar alasan sadar akan pelestarian lingkungan ataukah hanya demi kepentingan elite politik tertentu untuk memberikan kesan yang baik tetapi pembangunan taman dan penanaman pohon-pohon menjadi semacam trend terbaru sekarang ini.

Selama ini kita juga tanpa sadar telah membuat pemerintah daerah tempat kita tinggal menjadi semacam "kambing hitam" yang terus menerus mendapatkan kritik dan bisa disalahkan. Selama ini kita mengandalkan mereka untuk memberikan layanan yang terbaik dengan alasan kita telah membayar kewajiban kita berupa pajak. Kita terus menuntut mereka untuk memenuhi semua kebutuhan kita seperti misalnya mengurangi kemacetan, mengurangi polusi udara, menuntut juga menyediakan sarana dan prasarana untuk tempat rekreasi dan lain sebagainya, sehingga kadang kala pergantian kepala daerah menjadi ajang pembuktian siapa yang paling menonjolkan hasilnya. Misalnya masa jabatan Gubernur X, mencoba memenuhi tuntutan masyarakat untuk membangun sarana dan prasarana rekreasi dan hiburan kemudian mengeluarkan kebijakan yang mempermudah pihak swasta melakukan expansi pembanguan mall atau taman hiburan. Ketika kemudian berganti pemimpin, arah kebijakan pun berganti dengan dalih meningkatkan produk anak bangsa dengan mengeluarkan kebijakan mempermudah syarat pembuatan alat transportasi murah dan berbagai contoh lain yang tentunya dapat Anda baca semua dari berita yang disampaikan media.

Tuntutan kita kadang kala justru membuat kita menjadi penyebab banyaknya bencana di kota kita. Pembangunan mall dan taman hiburan misalnya, itu membuat pengembang harus memangkas sebagian besar pohon dan taman-taman yang tadinya hijau menjadi gedung bertingkat. Tuntutan kita mengatasi kemacetan membuat pemerintah membentuk banyak jalan baru yang kemudian berimbas pula pada pohon-pohonan yang harus diratakan dengan tanah. Ketika musibah banjir terjadi karena kurangnya daerah resapan air, kita kembali menyalahkan pemerintah daerah yang tidak becus mengurus masalah pelestarian lingkungan maupun sampah.

Saudaraku yang terkasih dalam Yesus Kristus, sebagai murid Yesus tidak sepantasnya kita bersikap dan bertindak sepertinya peduli padahal tanpa sadar kitalah penyebabnya atas beberapa bencana yang terjadi. Ketika Allah Bapa menciptakan dunia ini, Dia menciptakannya sempurna dan amat baik. "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam (Kej 1:31)." Injil juga berpesan, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri (Yak 1:22)." Allah ingin agar kita hidup sebagai pelaku firman dan pelaku firman hendaknya mampu menjaga dan melindungi ciptaan Tuhan yang sempura dan SUNGGUH AMAT BAIK berupa dunia ciptaan-Nya ini.

Berusahalah dari hal-hal kecil seperti tidak membiasakan diri membuang sampah sembarangan, mengurangi polusi asap kendaraan bermotor dengan bersepeda, atau tidak membakar sampah, mulai memisahkan sampah organik dan non organik. Hal-hal yang kelihatannya remeh itu ternyata apabila dilakukan orang banyak tentunya akan berdampak positif bagi lingkungan kita.

Berhentilah mengeluh. Jangan banyak menuntut. Lakukan yang terbaik yang dapat Anda lakukan. Tetaplah membangun kebiasaan baik. Niscaya bumi yang hijau adalah kenyamanan bagi kita. Semoga Tuhan memberkati usaha dan niat baik saudara dan saya dalam memelihara bumi kita. Amin.

Sunday, June 12, 2016

Berproses Untuk Menjadi Murah Hati

Saudaraku, pernahkah Anda mengukur tingkat keimanan Anda pada Tuhan? Dalam skala 1 sampai 10, berapakah menurut Anda tingkat keimanan Anda? Pernahkah pula Anda berdoa untuk semakin diperbarui dan ditingkatkan keimanan Anda pada Tuhan? Beberapa orang yang saya kenal, pernah berkata bahwa dalam doanya mereka meminta untuk dibentuk menjadi semakin serupa dengan Yesus, menjadi bejana yang indah. Doa yang sangat indah dan bermakna sangat dalam. Namun kadang kala manusia tidak menyadari betapa kuatnya kuasa doa itu.

Ketika kita minta diberi kesabaran, kadang kala justru kita dihadapkan pada situasi yang menjengkelkan, kita bertemu dengan orang yang menyebalkan dan benar-benar menguji kesabaran kita. Ketika kita minta kerendahan hati, justru kita sering kali dihadapkan pada pujian-pujian dan penghargaan atas hasil kerja kita yang dapat menjurus pada rasa tinggi hati dan sombong. Situasi yang seringkali justru bertentangan dengan keinginan kita diijinkan terjadi pada kita oleh Tuhan karena Tuhan percaya bahwa kita bersungguh-sungguh ingin berubah dan menjadi semakin serupa dengan-Nya.

Ada sebuah kisah yang pernah terjadi pada seseorang, sebut saja dia "A". Pada suatu hari Minggu, saat mengikuti misa, A mendengarkan Injil Matius 20:1-16 mengenai Perumpamaan tentang orang upahan di kebun anggur. Dalam injil diceritakan tentang betapa Bapa itu Murah Hati. Begitu berkesan injil tersebut pada A, sehingga dengan sengaja A menambahkan dalam doa pribadinya keinginan untuk menjadi murah hati seperti Bapa.

Seminggu, dua minggu berlalu sejak A mendengar kotbah Pastor yang begitu berkesan tentang Kemurahan Hati Bapa, selama dua minggu itu pula A selalu berdoa minta kemurahan hati. Namun setelah beberapa minggu berlalu tiba-tiba ada seseorang yang menelepon A dan mengatakan bahwa B butuh bantuan. B adalah orang yang dulunya pernah menyakiti A, sehingga saat A mendengar bahwa B sedang perlu pertolongannya, A menjadi bimbang. Perlukah A menolongnya? Perlukah A membantu B yang pernah sangat menyakitinya dulu? Apa untungnya A menolong B? Apa gunanya dia membantu orang yang menyakitinya? A bisa saja menolak membantunya, butuh waktu yang cukup lama bagi A untuk akhirnya memutuskan akan membantu B. Hati kecilnya menolak untuk mengabaikan permohonan B. Suara Tuhan yang dia dengar menyadarkan A bahwa Tuhan mendengar doanya, bahwa Tuhan mengabulkan doanya. A ingin menjadi murah hati dan keputusannya untuk membantu B menunjukan tingkat keimanan yang semakin dewasa, keimanan yang mengajarkan cara menjadi semakin menyerupai Allah yang murah hati.

Sebagai pelayan gereja, kadangkala kita menjumpai rekan sepelayanan kita sering mendapat kepercayaan untuk melakukan ini dan itu. Dia sepertinya lebih dipercaya untuk melakukan lebih banyak hal dibanding kita. Kita menjadi iri hati dan menganggap itu tidak adil. Kita merasa bahwa kita dapat melakukannya lebih baik dari orang tersebut. Namun tetap saja yang mendapatkan tugas perutusan adalah orang tersebut, bukan kita.

Setelah mendapat perlakuan itu, kita menjadi kecewa, ada kemarahan dan rasa sakit hati karena merasa bahwa kita tidak mendapat kepercayaan tersebut. Kita lalu mulai menarik diri dan menghindar dari tugas dan tanggung jawab kita. Kita sibuk dengan pikiran kita sendiri yang bertanya-tanya apakah kita tidak layak sehingga harus mengalami kekecewaan ini? Ataukah orang lain lebih baik daripada kita? Pikiran-pikiran yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan kenyataan, hanya terjadi dalam pikiran kita sendiri saja. Kalau sudah terlanjur begini, lalu bagaimana dengan panggilan kita?

Yesus yang murah hati, mengajarkan kita bahwa kemurahan hati itu tidak terbatas ruang dan waktu, Matius 20:15-16 "Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir."

Ketika Anda memutuskan untuk menjadi pelayan gereja, itu artinya Anda memutuskan untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Saat Anda merasa sudah dekat dengan Tuhan, Dia akan mulai membentuk Anda menjadi semakin serupa dengan-Nya. Saat Anda sedang berproses untuk menjadi semakin serupa dengan Tuhan, Anda akan semakin mendekati cahaya-Nya. Cahaya yang akan menuntun Anda untuk semakin mengenal diri Anda sendiri. Cahaya yang akan menunjukan dan memperlihatkan semua cacat cela dan kelemahan yang Anda miliki. Kelemahan-kelemahan itulah yang harus Anda perbaiki agar menghasilkan sebuah bejana yang indah. Siapkah Anda bila Tuhan menunjukan kelemahan-kelemahan itu? Siapkah Anda untuk berubah setelah mengetahui kelemahan tersebut?

Tuhan yang murah hati selalu menunjukan pada kita jalan yang harus kita lalui agar dapat menerima kemurahan hati Tuhan yang berlimpah. Untuk menjadi pelayan yang layak di hadapan Tuhan, hendaklah kita meneladan satu demi satu sifat-sifat Allah. Semoga dengan belajar kemurahan hati, kita semakin didewasakan dalam iman. Semoga pula dengan berproses untuk menjadi murah hati seperti Bapa, semakin banyak orang yang merasakan kasih Allah yang begitu besar pada dunia ini. Mari berproses untuk menjadi murah hati seperti Bapa di surga juga murah hati. Tuhan memberkati.

Friday, May 6, 2016

Kemuliaan Allah Bukanlah Kemuliaan yang Tak Terjangkau

Berbicara tentang kemuliaan Allah, kadang kala kita dibuat berpikir dan membayangkan mengenai segala sesuatu yang menggambarkan keagungan Allah Sang Pencipta, segala hal yang terlihat luar biasa dan menakjubkan. Kemuliaan Allah selalu diidentikan dengan sesuatu yang kudus, suci dan penuh hikmat. Kemuliaan Allah tergambar dalam suatu bayangan yang tak terjangkau dan terlalu jauh bagi kita.

Seringkali dalam hidup, kita merasakan bahwa apa yang kita lakukan adalah sia-sia. Banyak pengorbanan yang kita lakukan sama sekali tidak berarti. Kita sibuk dengan dunia ini. Mencoba berdalih bahwa yang kita lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehingga kita seringkali lupa apa tujuan kita sesungguhnya melakukan semua itu.

Kita bekerja keras untuk mengumpulkan pundi uang kita demi kelangsungan hidup kita selanjutnya. Kita mencoba menyeimbangkan kehidupan duniawi dengan ikut beberapa kegiatan rohani. Kita berusaha mencari kemuliaan Allah yang "katanya" dapat memberikan kedamaian dan ketenangan. Lama kelamaan hidup menjadi bergulir selayaknya matahari yang tanpa komando tetap setia dengan rutin menyinari bumi ini. Semua kegiatan kita terasa hampa dan hambar.

Apabila kita mau sejenak melihat keadaan kita, pernahkah kita bertanya untuk apa sebenarnya selama ini menghabiskan banyak waktu dalam pekerjaan kita? Namun di sisi lain kita pun pasti pernah mendengar firman Tuhan yang berbunyi : "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Mat 6:33), rasanya terasa seperti ada pertentangan antara kehidupan keseharian kita yang menuntut banyak alasan untuk melakukan banyak kesibukan dengan perintah Allah sendiri.

Sama seperti yang dikatakan Yesus pada murid-Nya dalam Matius 25:45 "Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." Itu artinya sesungguhnya segala hal yang kita lakukan untuk saudara-saudara dan teman-teman kita, kita juga melakukannya untuk / kepada Tuhan.

Ketika kita berbuat baik kita melakukannya untuk Tuhan, ketika Anda berbuat kurang baikpun Anda melakukannya pada Tuhan. Maka hendaknya kita sadar bahwa setiap pekerjaan apapun yang kita lakukan saat ini adalah semacam alat yang Tuhan sediakan agar kita mau melakukannya untuk Tuhan.

Ketika saya sedang menulis, saya menulis sambil mencoba mengajak para pembaca untuk merenungkan peran Tuhan dalam hidup keseharian kita. Saat Anda sedang berjualan di toko, Anda sedang diajarkan makna kegigihan dan kesetiaan seperti teladan Yesus. Saat Anda sedang bekerja sebagai karyawan, sadarkah Anda bahwa saat ini Allah sedang menantang Anda untuk mengoptimalkan segala talenta yang telah Dia anugrahkan pada Anda sehingga prestasi demi prestasi dapat Anda peroleh?

Dalam setiap segi kehidupan kita, kadang kala akibat terlalu sibuk dan tidak pernah menyediakan waktu untuk Tuhan, kita menjadi tidak sadar bahwa sesungguhnya setiap hari dan setiap waktu, kita dapat menemukan dan memuji kemuliaan Tuhan. Kadang kala kita lupa bersyukur atas segala berkat yang sudah kita terima karena kita gagal menemukan kemuliaan Tuhan yang tak kasat mata itu.

Kemuliaan Tuhan itu sungguh tercermin dari apa yang kita lakukan setiap harinya. Kemuliaan Tuhan selalu berhasil mengecoh kita sehingga menjadi terabaikan. Sebagai seorang yang pernah atau sedang bekerja pastinya pernah mengalami memiliki atasan yanh kurang menyenangkan, namun apabila kita mampu lebih bersabar dan dengan rendah hati tetap bekerja dengan sebaiknya itu artinya kita telah memuliakan Allah dengan sikap dan perbuatan kita itu.

Hiduplah dalam hidup doa yang baik, sehingga Allah dengan senang hati akan menunjukan kemuliaan-Nya, yang ternyata bukanlah hal yang terkesan jauh dan tak terjangkau. Hiduplah dengan tetap menyeimbangkan pekerjaan dan pelayanan kita sehingga Tuhan sendirilah yang kemudian akan menyatakan kemuliaan-Nya. Mari saudaraku sekalian, kita sama-sama belajar untuk menyadari dan menemukan kemuliaan Tuhan dalam hidup sehari-hari kita. Mari menyadari bahwa Allah itu dasyat dan tak terselami kemuliaan-Nya. Semoga Anda dan keluarga senantiasa dapat menemukan kemuliaan Allah dalam setiap kegiatan yang Anda dan kelurga lakukan. Semoga Tuhan memberkati.

Friday, April 8, 2016

Keluarga Bahagia Dalam Naungan Kasih Allah

Beberapa waktu yang lalu, saya kembali membaca sebuah berita yang bagi saya adalah berita yang paling menyedihkan di dunia. Berita itu tak lain adalah berita seorang ibu yang digugat oleh anak kandungnya sendiri bahkan hendak dipenjarakan hanya karena harta! Bukan kali ini saja saya membaca berita memilukan seperti itu, tetapi telah banyak kasus dimana banyak anak kandung yang menelantarkan orang tuanya. Anak kandung yang menggugat bahkan memenjarakan orang tuanya hanya karena uang. Bahkan ada pula anak kandung yang tega membunuh orang tuanya sendiri. Bukankah berita-berita semacam itu adalah berita yang paling menyedihkan?

Sungguh tak dapat dibayangkan, anak yang dengan penuh cinta dikandung selama 9 bulan didalam rahim seorang ibu, setelah dewasa malah hendak mencelakakan ibunya sendiri, apakah anak itu masih ada hati nurani? Begitulah yang sering terlintas dalam pikiran saya dan mungkin juga Anda yang sama geramnya apabila mendengar hal seperti itu.

Apabila ada anak-anak durhaka yang begitu silau dengan harta sehingga tega mengorbankan orang tuanya, lantas siapakah yang salah? Apakah orang tuanya sendiri yang salah mendidik anaknya? Ataukah lingkungan yang salah yang mempertemukan anak itu dengan teman atau sahabat yang mempengaruhinya begitu buruk? Ataukah anak tersebut salah memilih pendamping hidup sehingga sang anak tega menyakiti orang tuanya sendiri karena dipengaruhi oleh pendamping hidupnya?

Tidak perlulah kita mencari kesalahan siapa yang terbesar. Yang terpenting justru bagaimana mencegahnya sehingga tidak ada lagi anak-anak yang durhaka pada orang tuanya. Orang tua yang terlalu sibuk tanpa sadar bahkan telah membentengi anak dari perilaku sosial yang kodrati. Anak menjadi anti sosial karena kemudahan dan kenikmatan yang menjadi alasan orang tua melepaskan tanggung jawabnya mendidik. Ketika alasan duniawi dijadikan hasrat pembenaran diri, lalu dimana kita mencari tumpuan cara mendidik anak?

Keluarga, yang seharusnya menjadi tumpuan dan tempat bernaung paling aman menjadi hal yang langka dewasa ini. Tuntutan hidup yang semakin mendesak kadang kala melogikakan dan membenarkan cara-cara yang salah. Hati nurani terkunci, silau dunia membutakan hati. Akal sehat diganti hawa nafsu, nurani berganti ambisi tak bertepi. Keluarga bukan lagi menjadi tambatan hati, melainkan tempat memuaskan hasrat duniawi. Keluarga tak lagi dapat menjadi pendukung dikala kehancuran, malah diri sendiri yang menciptakan kehancuran yang tak terperi. Lantas bagaimana sebaiknya kita menanggapi?

1 Korintus 13:2, 8, 13 "Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.  Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih."

Kasih! Hanya satu kata yang menjadi jawaban yang universal. Keluarga menjadi tempat awal mula kita dapat menerapkan hukum yang paling utama ini. Allah yang dikenal pemarah dalam Kitab Perjanjian Lama pada akhirnya tidak memusnahkan seluruh umat manusia karena Kasih. Allah bahkan mengutus Putra Tunggal-Nya untuk menderita karena begitu besar KASIH-Nya pada manusia. Yesuspun memberikan teladan kasih pada kita dengan rela memberikan diri-Nya hingga wafat dikayu salib. Kasih itulah yang sudah seharusnya tertanam dalam keluarga kita.

Apabila kita mampu memberikan kasih kita seutuhnya pada kemuliaan Tuhan, maka tidak mustahil kita akan mampu membagikan dan mengajarkan pada keluarga kita bahwa bila kita melandaskan kehidupan kita atas dasar kasih maka tidak mustahil bila kita merasa menjadi manusia paling beruntung di dunia apabila berada ditengah keluarga kita sendiri. Sebab Matius 6:33 "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Jadi bila kita mau memiliki keluarga yang harmonis, hendaknya kita mau mengandalkan dan mengasihi Allah dengan segenap hati dan pikiran kita, karena dengan kasih itulah maka otomatis kita juga dapat memancarkan kasih yang sama pada orang terdekat kita. Pada keluarga kita sendiri.

Saudaraku terkasih, janganlah menunda untuk mengasihi orang-orang terdekat dalam keluarga kita. Jangan biarkan hawa nafsu membutakan kita dari memberikan ungkapan sayang kita. Jangan sampai menyesal ketika maut memisahkan. Kasihilah sekarang, cintailah sekarang, perbaikilah sekarang semua komunikasi yang terputus dari keluarga kita. Karena biar bagaimanapun keluarga adalah harta yang tak ternilai. Mari saudaraku, kita meneladan keluarga Kudus dari Nazaret yang setia dan taat pada kehendak Bapa. Semoga Tuhan memberkati Anda dan keluarga. Amin. Selamat Paskah.

Saturday, January 9, 2016

Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah

Sekarang pukul 23:42 WIB saat saya mengetik kalimat pertama ini. Malam sudah sangat larut tetapi mata saya belum dapat terpejam karena saya sedang dalam suasana hati yang tidak enak. Saya adalah perantau dan cukup lama saya telah hidup dalam perantauan. Saya pernah beberapa kali berpindah kota, bahkan negara untuk tinggal selama beberapa waktu lamanya. Sebagai perantau, mungkin bagi Anda yang pernah mengalami atau sedang dalam perantauan pasti merasakan apa yang saya rasakan, bahwa memulai hidup ditempat yang baru itu tidaklah mudah.

Suasana yang baru, lingkungan yang belum dikenal, kebiasaan dan adat yang baru, bahkan bahasa yang berbeda seringkali menimbulkan ketakutan-ketakutan tersendiri bagi perantau. Disaat seperti itulah peran keluarga menjadi sangat dibutuhkan, dukungan dan semangat yang terus menerus dari keluarga pasti menjadi kekuatan tersendiri bagi orang yang hidup dalam perantauan.

Namun bagaimana dengan orang yang sudah lama tinggal sendiri? Orang tua sudah tidak ada, kakak/adik sudah membangun keluarga sendiri dan tinggal bersama keluarga baru mereka. Anda mau tidak mau dihadapkan pada situasi yang mengharuskan Anda untuk tinggal seorang diri dalam perantauan. Sedih, sepi, kosong, hampa dan perasaan sendirian pasti datang menghantui kehidupan Anda. Lalu bagaimana?

Umumnya Anda akan mulai bergabung dalam komunitas-komunitas tertentu yang Anda sukai hanya demi menghalau rasa kesepian itu. Lalu waktu kemudian menghadiahi Anda dengan suatu ikatan khusus yang dirasakan antar anggota komunitas yang Anda ikuti. Pada akhirnya, Anda seperti menemukan keluarga baru dalam hidup Anda yang mampu mengusir rasa kosong dan sepi yang Anda alami.

Jadi siapa sebetulnya yang dapat Anda sebut sebagai "keluarga"? Hanya saudara-saudara pemilik DNA yang samakah? Atau sahabat terbaik yang selalu hadir dalam setiap suka dan duka hidup Anda? Ataukah keluarga yang Anda maksud adalah semua orang yang mengenal Anda entah itu secara baik atau hanya sekilas saja dan pernah hadir dalam kehidupan Anda?

Bagi saya, keluarga adalah tempat dimana saya merasa paling nyaman dan bebas menjadi diri sendiri. Keluarga adalah mereka yang selalu mendukung saya, bagaimanapun sulitnya kehidupan saya, keluarga jugalah yang tanpa segan memberikan teguran pada saya apabila saya melakukan kesalahan.

Bagaimana hubungannya keluarga dengan kehidupan rohani Anda? Saat Anda telah terlibat dalam salah satu komunitas yang ada di paroki Anda, tentunya suasana kekeluargaan juga sudah dapat Anda rasakan. Seringkali dukungan dari anggota komunitas lebih kuat dibandingkan dukungan dari keluarga Anda sendiri. Saat Anda sedang dalam persoalan besar yang dihadapi dalam keluarga dan tidak dapat menemukan penyelesaian persoalan Anda, mungkin Anda dapat mencoba mencari penyelesaian dari sahabat sekomunitas Anda, kadangkala penyelesaiannya begitu sederhana saat Anda mencoba terbuka dengan sahabat Anda.

Semenjak dibaptis, ajaran Yesus yang paling melekat dan terus menerus diajarkan pada saya adalah ajaran tentang Kasih. Bahwa apapun yang kita lakukan, kepada siapapun kita berinteraksi haruslah dilandasi atas dasar Kasih. Hal itulah yang membuat saya berpikir bahwa sesungguhnya rasa kekeluargaan yang kita terima dari orang lain yang bukan saudara kandung kita itu adalah kasih yang tulus. Itulah mengapa kita dapat merasakan memiliki keluarga baru dalam komunitas kita, dengan sahabat terbaik kita, dengan lingkungan terdekat kita. Rasa kekeluargaan itu otomatis akan muncul apabila kita menerima kasih yang tulus dari sahabat-sahabat kita.

Pernahkah Anda menghitung berapa orang sahabat yang paling dapat Anda percayai? Adakah diantara mereka yang dengan setia mendukung Anda baik dalam suka maupun duka? Apabila setidaknya ada satu orang saja yang dapat Anda sebut sahabat, maka patutlah Anda bersyukur atas hal tersebut. Manusia tidak mungkin hidup seorang diri, manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan orang lain untuk mengisi kekosongan hatinya. Ajaran tentang Kasih, merupakan obat ajaib yang mampu menyatukan hati yang retak, mendamaikan pertikaian karena ego, menenangkan pikiran akibat rasa kesepian, dan membahagiakan hati yang sedang gundah berkat canda tawa dengan para sahabat.

Saudaraku yang terkasih, hanya lewat tulisan saya dapat menyapa Anda. Lewat tulisan pula kadang kala saya sendiripun mendapat peneguhan, lewat tulisan saya dapat merasakan aura kebersamaan dengan Anda para pembaca. Ijinkan saya menganggap Anda sebagai keluarga saya, ijinkan pula agar saya terus dapat berbagi dengan Anda lewat tulisan-tulisan saya. Anda dengan pelayanan Anda dan saya dengan pelayanan saya, mari kita hidup bersama dalam damai sebagai keluarga Allah. Selamat tahun baru 2016. Semoga ditahun yang baru Anda dan keluarga Anda semakin diberkati Tuhan. Selamat melayani. Tuhan berkati.