Friday, April 8, 2016

Keluarga Bahagia Dalam Naungan Kasih Allah

Beberapa waktu yang lalu, saya kembali membaca sebuah berita yang bagi saya adalah berita yang paling menyedihkan di dunia. Berita itu tak lain adalah berita seorang ibu yang digugat oleh anak kandungnya sendiri bahkan hendak dipenjarakan hanya karena harta! Bukan kali ini saja saya membaca berita memilukan seperti itu, tetapi telah banyak kasus dimana banyak anak kandung yang menelantarkan orang tuanya. Anak kandung yang menggugat bahkan memenjarakan orang tuanya hanya karena uang. Bahkan ada pula anak kandung yang tega membunuh orang tuanya sendiri. Bukankah berita-berita semacam itu adalah berita yang paling menyedihkan?

Sungguh tak dapat dibayangkan, anak yang dengan penuh cinta dikandung selama 9 bulan didalam rahim seorang ibu, setelah dewasa malah hendak mencelakakan ibunya sendiri, apakah anak itu masih ada hati nurani? Begitulah yang sering terlintas dalam pikiran saya dan mungkin juga Anda yang sama geramnya apabila mendengar hal seperti itu.

Apabila ada anak-anak durhaka yang begitu silau dengan harta sehingga tega mengorbankan orang tuanya, lantas siapakah yang salah? Apakah orang tuanya sendiri yang salah mendidik anaknya? Ataukah lingkungan yang salah yang mempertemukan anak itu dengan teman atau sahabat yang mempengaruhinya begitu buruk? Ataukah anak tersebut salah memilih pendamping hidup sehingga sang anak tega menyakiti orang tuanya sendiri karena dipengaruhi oleh pendamping hidupnya?

Tidak perlulah kita mencari kesalahan siapa yang terbesar. Yang terpenting justru bagaimana mencegahnya sehingga tidak ada lagi anak-anak yang durhaka pada orang tuanya. Orang tua yang terlalu sibuk tanpa sadar bahkan telah membentengi anak dari perilaku sosial yang kodrati. Anak menjadi anti sosial karena kemudahan dan kenikmatan yang menjadi alasan orang tua melepaskan tanggung jawabnya mendidik. Ketika alasan duniawi dijadikan hasrat pembenaran diri, lalu dimana kita mencari tumpuan cara mendidik anak?

Keluarga, yang seharusnya menjadi tumpuan dan tempat bernaung paling aman menjadi hal yang langka dewasa ini. Tuntutan hidup yang semakin mendesak kadang kala melogikakan dan membenarkan cara-cara yang salah. Hati nurani terkunci, silau dunia membutakan hati. Akal sehat diganti hawa nafsu, nurani berganti ambisi tak bertepi. Keluarga bukan lagi menjadi tambatan hati, melainkan tempat memuaskan hasrat duniawi. Keluarga tak lagi dapat menjadi pendukung dikala kehancuran, malah diri sendiri yang menciptakan kehancuran yang tak terperi. Lantas bagaimana sebaiknya kita menanggapi?

1 Korintus 13:2, 8, 13 "Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.  Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih."

Kasih! Hanya satu kata yang menjadi jawaban yang universal. Keluarga menjadi tempat awal mula kita dapat menerapkan hukum yang paling utama ini. Allah yang dikenal pemarah dalam Kitab Perjanjian Lama pada akhirnya tidak memusnahkan seluruh umat manusia karena Kasih. Allah bahkan mengutus Putra Tunggal-Nya untuk menderita karena begitu besar KASIH-Nya pada manusia. Yesuspun memberikan teladan kasih pada kita dengan rela memberikan diri-Nya hingga wafat dikayu salib. Kasih itulah yang sudah seharusnya tertanam dalam keluarga kita.

Apabila kita mampu memberikan kasih kita seutuhnya pada kemuliaan Tuhan, maka tidak mustahil kita akan mampu membagikan dan mengajarkan pada keluarga kita bahwa bila kita melandaskan kehidupan kita atas dasar kasih maka tidak mustahil bila kita merasa menjadi manusia paling beruntung di dunia apabila berada ditengah keluarga kita sendiri. Sebab Matius 6:33 "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Jadi bila kita mau memiliki keluarga yang harmonis, hendaknya kita mau mengandalkan dan mengasihi Allah dengan segenap hati dan pikiran kita, karena dengan kasih itulah maka otomatis kita juga dapat memancarkan kasih yang sama pada orang terdekat kita. Pada keluarga kita sendiri.

Saudaraku terkasih, janganlah menunda untuk mengasihi orang-orang terdekat dalam keluarga kita. Jangan biarkan hawa nafsu membutakan kita dari memberikan ungkapan sayang kita. Jangan sampai menyesal ketika maut memisahkan. Kasihilah sekarang, cintailah sekarang, perbaikilah sekarang semua komunikasi yang terputus dari keluarga kita. Karena biar bagaimanapun keluarga adalah harta yang tak ternilai. Mari saudaraku, kita meneladan keluarga Kudus dari Nazaret yang setia dan taat pada kehendak Bapa. Semoga Tuhan memberkati Anda dan keluarga. Amin. Selamat Paskah.