Sunday, July 8, 2018

Bukan untuk Dibaca

Saya penasaran, ketika Anda sampai pada halaman ini, kira-kira berapa banyak dari Anda yang membacanya ya? Kira-kira berapa persen dari penerima majalah Gratia yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca kolom “Berbagi” ini? Hampir setiap bulan saya menulis di kolom ini, kadang kala saya berpikir, memangnya ada yang membacanya? Mungkin tidak ada yang akan menyadarinya kalau saya berhenti menulis, atau bahkan apabila kolom “Berbagi” ini ditiadakan pun mungkin tidak ada yang protes. Sepertinya yang membaca tulisan saya ini hanya saya sebagai penulis dan bagian redaksi yang menyuntingnya, hanya 2 orang saja. Ya, kadang saya berpikir seperti itu, berpikir bahwa tulisan ini hanya sekedar untuk menambah-nambah halaman pada Gratia saja, bukan untuk dibaca.

Lalu untuk apa saya terus menulis? Entahlah, terkadang menulis membantu saya untuk berbicara dengan diri saya sendiri. Kadang dengan menulis saya jadi merasa dikuatkan seolah-olah ada orang yang mengatakannya pada saya. Bunda Teresa mengajarkan “Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang; tapi bagaimanapun, teruslah berbuat baik. Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu sebaik-baik yang dapat engkau lakukan. Pada akhirnya, engkau akan tahu bahwa ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu, bukan urusan antara engkau dan mereka.” Mungkin pesan itulah yang menyemangati saya untuk terus menulis.

Bukan setiap saat saya bisa menulis, terkadang ada waktu-waktu dimana saya kelelahan dengan rutinitas saya sehingga kehabisan energi untuk menulis. Mungkin Anda juga sering mengalaminya. Bukan soal menulis saja, tapi dalam berbagai macam kegiatan pelayanan yang Anda lakukan. Banyak diantara kita adalah pekerja kantoran yang sehari-harinya menghabiskan banyak waktu di tempat kerja, beberapa adalah pengusaha yang mengelola usahanya dari pagi hingga sore/malam. Sebagian dari kita memilih untuk menerima panggilan sebagai pelayan Tuhan, itu artinya kita akan mengorbankan lebih banyak lagi waktu kita, tenaga dan pikiran kita untuk melakukan pelayanan yang tanpa pamrih.

Pengorbanan-pengorbanan yang kita pilih dan kita lakukan seringkali membuat orang ragu untuk melakukan hal-hal baik. Kadangkala kita malahan takut melakukan hal baik justru karena harus mengorbankan banyak faktor dalam hidup kita, tenaga, waktu, materi, pikiran dan lain sebagainya. Kadangkala kita menjadi perhitungan dengan mempertimbangkan untung rugi dari apa yang kita lakukan.

Yesus mengajarkan pada kita hal yang seringkali bertentangan dengan kehendak dunia. Ketika Ia berkata, "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu" (Luk 22:20), Ia mengajarkan kita untuk mau berkorban bagi Allah kita. Yesus sendiri saja rela mengorbankan nyawa-Nya demi keselamatan kita, bagaimana mungkin kita membandingkan pengorbanan kita yang kecil ini dengan ajaran Yesus yang rela mengorbankan nyawa? Bagaimana mungkin kita memperhitungkan hal-hal kecil demi tujuan pelayanan pada Tuhan?

Saudaraku yang terkasih, apabila saat ini Anda sedang membaca tulisan ini sampai akhir dan merasakan bahwa ada panggilan kuat dalam diri Anda untuk melayani Tuhan, jangan abaikan. Jawablah dengan tegas, "Ini aku, Tuhan. Utuslah aku." Jangan takut sebab Ia akan menyertai Anda sampai akhir zaman (Mat 28:20). Tetaplah berbuat baik, tetaplah setia dan rendah hati. Tetaplah melayani, karena pada akhirnya, ini adalah urusan Anda dengan Tuhan. Semoga Tuhan memberkati Anda dan Bunda Maria mendoakan.

No comments:

Post a Comment