Thursday, November 13, 2014

Adven? Tau sih, tapi apa yaa??

Bagi saya adven itu berarti sebuah penantian. Penantian akan hadirnya sebuah harapan baru, penantian akan sesuatu yang baik, penantian akan terkabulnya sebuah doa, penantian pada masa depan yang lebih cerah, penantian akan keselamatan. Penantian yang kadang menguras emosi, penantian yang kadang mengundang air mata, penantian yang kadang malah mengecewakan, penantian yang sering membuat kita lebih banyak berdoa agar mujizat itu nyata dalam hidup kita.

Adven mempunyai makna yang berbeda bagi setiap orang. Adven memiliki kenangan masing-masing bagi setiap individu. Adven ada juga yang digunakan sebagai masa permenungan bagi beberapa dari kita. Permenungan akan pencarian jati diri, permenungan akan pencarian tujuan hidup, permenungan akan kesalahan yang pernah kita lakukan dan berjanji akan memperbaiki diri.

Seorang teman berkeluh kesah pada saya akan seseorang yang baginya telah berlaku sombong, arogan, merasa diri selalu benar, tidak mau menerima kritik apapun dan dari siapapun. Seorang teman yang lalu mengatakan keburukan orang yang tak dia sukai itu kepada semua orang. Saya lalu berpikir, apa teman saya ini tidak merasa bahwa dia tidak lebih baik daripada orang yang tak dia sukai itu? Apakah dia pantas mencela dan menjelek-jelekkan orang lain padahal bagi sebagian orang cara hidupnya pun masih jauh dari pencitraan akan kebaikan?

Bayangkan ketika seseorang sedang bermain bumerang. Ketika bumerang itu dilemparkan, maka otomatis dia akan berbalik arah. Kembali kepada si pelemparnya. Bayangkan Anda didepan cermin, ketika Anda bermimik marah, maka wajah Anda akan berbalik menatap Anda dengan kemarahan. Namun ketika Anda tersenyum maka Anda akan mendapatkan senyum Anda kembali. Saat Anda berada digunung dan meneriakkan sesuatu, maka kata-kata itu juga akan bergema kembali pada Anda.

Sama halnya dengan setiap perkataan, pemikiran, fitnah, provokasi, gosip dan apapun yang Anda ungkapkan itu semua tanpa Anda sadari akan dan pasti kembali kepada Anda. Sebagai manusia, makhluk berakal budi namun rentan akan dosa, hendaknya kita sadar bahwa apa yang kita pikirkan, apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan pada sesama mungkin tanpa sadar telah juga kita lakukan. Bercerminkah kita sebelum menilai keburukan orang lain? Bercerminkah kita saat kita mencela orang lain? Jangan katakan seseorang itu pilih kasih padahal kita tidak pernah memberikan kontribusi apapun demi kemajuan bersama! Jangan katakan orang itu tak mampu menjadi pemimpin yang baik saat diri Anda sendiri pun belum mampu memberikan teladan yang baik bagi orang lain!

Manusia memang tidak sempurna, namun hendaknya ketidaksempurnaan itu jangan dijadikan alasan untuk saling menjelekkan, untuk saling menjatuhkan, untuk saling mencela dan menyakiti orang lain. Mungkin ada rasa iri hati yang membuat seseorang itu bisa bersikap sinis dan kemudian mengatakan berita yang buruk tentang seseorang. Ya, iri hati memang kadang membutakan hati nurani kita, membuat kita tidak bisa ikhlas mengakui bahwa ada juga hal baik dalam diri orang yang tidak kita sukai itu. Iri hati membutakan perasaan kita sehingga kita malahan menjelek-jelekan orang yang tidak kita sukai dan bukannya mendoakan dia. Iri hati menutup pandangan kita bahwa ada hal baik yang sebenarnya bisa kita contoh dari orang yang tidak kita sukai itu.

Saudara-saudaraku, di masa adven ini, masa penantian dan masa pertobatan ini, bukankah jauh lebih indah mengakui bahwa kita juga tidak sempurna dan minta agar Tuhan mau menyempurnakan kita menjadi pengikut-Nya yang jauh lebih baik? Bukankah akan menjadi lebih baik bila kita memeriksa diri kita terlebih dahulu sebelum menilai seseorang? Bukankah Tuhan kita mengajarkan kita untuk mau dan mampu bersikap terbuka, rendah hati dan mau mendengarkan nasihat-nasihat dari orang disekitar kita (baik itu saudara maupun sahabat kita dalam lingkungan sehari-hari kita) yang dapat kita percayai? Tuhan menasihati kita saat ini adalah lewat orang-orang baik disekitar kita. Orang tua, saudara kandung, saudara seiman, atau bahkan teman dan sahabat kita.

Mari kita warnai adven kita tahun ini dengan introspeksi diri, dengan lebih terbuka pada diri sendiri, dengan lebih rendah hati mengakui bahwa manusia adalah peziarah-peziarah yang masih terus belajar menuju kebaikan akan ajaran Tuhan kita. Mari saling mengingatkan, mari saling memperbaiki diri, mari saling mendukung. Berkat Tuhan menyertai Anda dan keluarga.