Tuesday, December 8, 2015

Sehati Sejiwa Berbagi Sukacita

Apa kabar saudaraku? Hari ini sungguh hari yang menyenangkan bagi saya. Semoga Anda pun mengalami hal yang indah hari ini. Ketika sedang bahagia seperti ini, kadang kala saya merasa bahwa Allah begitu dekat dengan saya. Ia hadir dan membuat saya tersenyum sepanjang hari. Bukan tentang hari ini indah maka Anda berbahagia, tetapi Anda berbahagia maka hari ini menjadi indah.

Saat orang sedang penuh sukacita, begitu mudah baginya untuk bersyukur. Tetapi saat sedang kesal atau marah ataupun sedih, rasanya rasa syukur pun lenyap begitu saja. Tak ada keinginan untuk bersyukur, kalaupun memaksakan rasa syukur itupun terasa hambar dan tak bermakna. Sebuah kisah yang ingin saya bagikan mungkin pernah Anda alami juga. Semoga kisah ini pada akhirnya membawa kita semua pada makna sukacita sesungguhnya.

Seorang yang saya kenal, saat ini sedang menyimpan amarah yang begitu besar. Tanpa menyadari apa yang dilakukannya, dia berkata bahwa ia membenci suaminya, ia membenci keluarga dari suaminya, ia bahkan menyesal telah membuat keputusan untuk menikah. Tak ada kata lain yang dapat terucap dari saya ketika mendengar keluh kesahnya. Sabar dan berdoa, hanya itu yang mampu keluar dari mulut ini ketika dia selesai bercerita. Sabar? Kurang sabar apalagi dia menghadapi situasi kehidupan keluarganya? Begitu dalihnya.

Berdoa? Entah berapa ratus ribu kali dia berdoa bahkan sambil menangis menghadapi cobaan ini. Tidakkah Tuhan mendengarnya? Mengapa tidak ada jawaban dari-Nya? Mengapa Ia menjauh dan tidak perduli dengan airmatanya? Mengapa Ia membiarkannya? Bukankah selama ini ia tekun berdoa, berusaha menjadi orang baik dan melayani sesama? Apa yang salah dalam hidupnya sehingga semuanya terjadi begitu menyedihkan? Apa salahnya sehingga ia harus mengalami semua ini? Bukannya membaik, kehidupannya malah terasa semakin terpuruk, terperosok semakin dalam dan gelap? Ia kecewa. Ia menyesal. Ia teriris dan sakit.

Nasihat tak lagi mempan. Kata-kata peneguhan pun terucap sia-sia. Seperti tak ada harapan, sulit menemukan jalan keluar yang terbaik. Saya mencoba meraih tangannya. Tapi ia tak mau menerima uluran tangan itu. Lalu bagaimana saya bisa menariknya keluar dari jurang jika ia mengeraskan hati seperti itu? Baginya semua sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur. Masa depan yang suram terbayang dimatanya. Dalam keputusasaan itu, tangan Tuhan bekerja. Yeremia 32:27 "Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk-Ku? Lukas 1:37 "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil."

Ketika Yesus di taman Getsemani, Ia berdoa, "Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki" (Markus 14:36). Ketika kita membiarkan diri kita sepenuhnya dipimpin oleh Allah, bahkan penderitaan seberat apapun bisa kita tanggung. Di dalam nama Tuhan, ada kekuatan, ada penghiburan, ada sukacita dan yang pasti ada harapan! Disaat semua pintu tertutup, yakinlah bahwa Allah telah menyediakan jendela lain terbuka. Ketika terperosok dalam jurang yang dalam, percayalah bahwa Allah telah menyediakan jalan untuk mendaki. Mungkin Dia tidak akan menyediakan anak tangga berlapis emas. Atau tangga batu yang terjal. Mungkin saja dia hanya menyediakan akar pohon yang kuat dan tersembunyi dibalik bebatuan, bukankah tugas kita untuk mencarinya? Mencari penuh keyakinan dimana sekiranya akar pohon itu tersembunyi, mencari penuh ketekunan di setiap celah-celah batu yang keras. Mencari dengan penuh kepercayaan, bahwa Tuhan telah menyediakan sarana bagi kita untuk mendaki jurang yang curam itu. Maukah kita mencari dan menemukan akar pohon itu? Mampukah kita bertekun dalam pencarian kita?

Saudaraku, Tuhan tidak pernah tidur. Ketika tidak ada kata lain yang bisa terucap oleh bibir kita, Dia tiba-tiba bekerja, Dia campur tangan memberi penyelesaian. Allah hadir dalam rupa yang tersamar. Kabar gembira lalu hadir, tiba-tiba saja, seperti hujan yang turun dan menyejukan, orang yang saya kenal itu berkirim pesan. Dia melihat ada harapan, keluarga suaminya mulai berubah. Ia pun luluh. Kebenciannya luntur, kemarahannya pudar. Ada harapan baru, ada lembaran baru dan yang pasti ada sukacita hadir.

Sukacita bukan sekedar kebahagiaan biasa. Sukacita adalah emosi terdalam yang hadir ketika kebahagiaan berpadu dalam relasi yang begitu dekat dengan Allah. Ketika hati kita bahagia, jiwa kita pun tersenyum. Jiwa kita yang selalu haus akan kebenaran, jiwa kita yang selalu mencari kedamaian, saat hati yang bahagia, bersatu dalam jiwa yang damai, saat itulah kita dapat berbagi dengan sesama kita penuh sukacita.

Ya, harapan membawa hati yang bahagia, jiwa yang tenang, telah membawa saya pada sukacita yang ikut saya rasakan ketika mendapat kiriman pesan singkat itu. Hati yang bahagia, jiwa yang tenang selalu hadir ketika kita berada dekat dengan Allah, ketika kita merasakan anugrah-Nya yang begitu nyata dalam hidup kita. Pada saat kita memiliki hati yang bahagia dan jiwa yang damai, kita akan bisa membagikan sukacita pada orang-orang disekitar kita. Percayalah selalu pada janji Allah. Dia setia. Dia Allah yang menghidupkan. Janji-Nya adalah YA dan AMIN! Allah hanya ingin agar kita setia, agar kita bersyukur, agar kita selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap hal di hidup kita. Marilah kita mendekatkan diri pada-Nya selalu. Dan marilah kita menjadi umat-Nya yang sehati dan sejiwa untuk berbagi sukacita, karena dengan berbagi sukacita, kita pun turut serta membagikan kasih pada sesama. Hati yang bersukacita menunjukan Allah yang hadir dan meraja dalam hidup kita. Selamat menyiapkan hati menyambut kehadiran Yesus. Selamat Natal. Semoga damai dan sukacita Natal menyertai Anda dan keluarga. Tuhan memberkati.

Saturday, November 7, 2015

Aku Semakin Mengenal Diriku Ketika Aku Datang Kepada-Nya

Kehampaan, kekeringan, kegusaran dan kesepian sedang menghantui hati saya ketika saya menuliskan kalimat pertama ini. Saya tak tahu dengan perasaan Anda saat membaca kalimat pembuka tadi, mungkin Anda pun sedang mengalami apa yang saya rasakan, tetapi semoga tidak. Meskipun demikian, saya harap Anda tetap melanjutkan membaca keseluruhan tulisan ini sebagai bahan permenungan.

Pada masa dimana teknologi begitu canggih dengan segala fasilitas instan yang dapat kita temui di hampir tiap sisi kehidupan dan hingar bingarnya dunia, rasanya mungkin sedikit aneh jika Anda dan saya masih merasa kesepian. Namun ada kalanya perasaan itu muncul begitu saja bahkan di saat Anda merasa sedang berada dalam keadaan yang menurut Anda sendiri baik-baik saja. Saat semua kebutuhan sehari-hari Anda sebetulnya sudah tercukupi, Anda masih punya pekerjaan ataupun usaha sendiri, masih bersosialisasi dengan teman dan para sahabat, hubungan dengan keluarga Anda pun sebetulnya baik-baik saja, namun entah mengapa dan bagaimana tiba-tiba rasa sendirian dan kesepian itu kerap muncul.

Sebagai anak muda dengan semakin bervariasinya hiburan masa kini kerap kali juga perasaan hampa muncul begitu tiba-tiba. Ternyata hingar bingar dunia ini tetap tidak mampu memberikan kedamaian di hati. Lalu apa yang salah? Apa yang kurang? Jawabannya saya dapatkan ketika saya berbincang dengan seorang pastor. Dia bilang saya kehilangan sinar terang dari Yesus Kristus.

Yesus Kristus? Untuk apa saya mengikuti Dia? Bukankah Dia sendiri bersabda, "Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Mat 16:24). Bukankah itu artinya dengan mengikuti Kristus kita harus memikul salib? Pernahkah Anda berpikiran bahwa semakin Anda dekat dengan Kristus justru cobaan yang Anda terima semakin berat dan bertubi-tubi? Saat Anda kemudian membatasi diri dengan tidak mendekatkan diri pada Tuhan kehidupan yang Anda jalani justru terasa baik-baik saja? Anda tidak menjauh dari Tuhan, Anda hanya tidak mau mendekat saja pada-Nya dan semua terasa baik-baik saja. Cobaan yang Anda terima pun standar, biasa dan tidak terasa berat. Kehidupan rohani pun standar. Tidak menjauh namun tidak pula mau terlalu dekat dengan-Nya. Semua terlihat dan terasa ringan, berjalan sebagaimana mestinya.

Ketika saya mempertanyakan perihal mengikut Yesus ini, seorang sahabat mengatakan bahwa dengan diijinkannya pencobaan datang pada kita, iman kita justru semakin diteguhkan dan pada akhirnya kita bisa "naik kelas" dengan tingkat iman yang lebih tinggi.

Namun kekeraskepalaan saya mencoba menyangkalnya dan berpikir untuk apa naik kelas kalau hanya untuk mendapatkan penderitaan yang justru lebih berat? Beginilah jawaban yang saya terima dari seorang pastor : Bayangkan saja... Tuhan adalah terang. Makin dekat Dia, kamu jadi makin kenal dirimu. Maka, ketika kamu jauh dari Tuhan malah merasa baik2 saja. Karena kamu tidak mau kenal diri apalagi memperbaikinya. Tetapi ketika kamu makin dekat dengan Tuhan, justru makin kenal diri. Banyak hal jelek yang selama ini kamu tutupin jadi keliatan atau ketahuan. Jadi kamu bisa memperbaiki diri. Lama kelamaan kamu jadi makin baik. Itu maksudnya naik kelas. Apabila kita jauh dari Tuhan berarti kita tidak bisa kenal diri. Nanti kamu sampai tidak tahu kenapa dirimu begini dan begitu. Ya hanya main di permukaan dan kepura-puraan. Cobaan akan terasa berat kalau ditanggung sendiri. Kita punya Tuhan yang hebat kog (dan disitulah saya berhenti mendebat, hehehe).

Saya tersadar bahwa kehampaan, kesepian, kekeringan dan kegusaran yang saya alami saat ini akibat dari perilaku saya sendiri yang tidak mau mendekatkan diri pada Tuhan. Saya terlalu takut untuk merasakan pencobaan berat lagi, saya terlalu takut kehilangan lagi, saya terlalu takut menderita lagi, padahal seharusnya saya tidak boleh mengandalkan kekuatan sendiri, kita kan punya Tuhan yang hebat! Tidak seharusnya kita menjauh dari Tuhan karena ketakutan kita. Tidak seharusnya kita melepaskan pelayanan kita hanya karena kita tidak mau menanggung salib hidup kita. Tidak seharusnya kita mengabaikan kehadiran Tuhan dan mengandalkan kekuatan sendiri. Sekali lagi ingin saya tegaskan bahwa kita punya TUHAN YANG HEBAT!

Saya beruntung, selagi masih muda saya diingatkan dan diperlihatkan oleh Tuhan cara hidup yang benar dan seturut kehendak-Nya untuk mendapatkan pencerahan dan kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan, untuk mendapat pelajaran yang berharga tentang makna hidup dan mengasihi Tuhan. Sebagai kaum muda mari kita sama-sama belajar untuk semakin taat akan panggilan dan perutusan kita.

Yeremia 1:6-8 "Maka aku menjawab: "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda." Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: "Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapa pun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apa pun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN."

Siapapun kita, berapapun usia kita saat ini, tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai pelajaran hidup kita. Tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai atau memulai lagi pelayanan kita. Tidak pernah ada kata terlambat untuk menjawab panggilan dan perutusan kita. Selalu ada tempat bagi kita jika kita mau melangkah dan melayani Tuhan. Jangan sisakan waktu untuk Tuhan tetapi selalu sediakanlah waktu untuk mendekatkan diri pada-Nya. Dia selalu rindu menantikan kehadiran kita. Dia selalu rindu bercakap-cakap dengan kita. Dialah Allah yang sabar, Allah yang setia, Allah yang Maha Kuasa. Dialah Allah kita. Semoga Tuhan menguatkan dan memberkati Anda dan keluarga. Selamat melayani, Tuhan menyertai Anda.

Saturday, October 10, 2015

Maria sebagai Lambang Keteladanan

Sebagai orang Katolik, rasanya sudah tidak asing lagi dengan bulan Oktober yang selalu diidentikan sebagai bulan Maria. Yup! Siapa yang tak kenal dengan sosok Bunda Maria ibunda Yesus yang begitu setia mendampingi Yesus sampai dengan kematian-Nya di kayu salib. Bunda Maria menjadi teladan bagi banyak orang terutama umat Katolik. Begitu banyaknya devosi-devosi yang ditujukan pada Bunda Maria. Patung-patung Maria pun selalu ditemukan pada tiap-tiap rumah umat Katolik. Namun sesungguhnya, pernahkah Anda bertanya mengenai siapa sosok Maria sebenarnya dalam hidup Anda?

Ketika melihat lukisan Bunda Maria, ataupun melihat patung Bunda Maria, yang terbayang dalam benak saya adalah keanggunan, kepatuhan, kesetiaan, kesabaran, kelembutan, dan kerendahan hati. Wanita yang pada masa sebelum Yesus dilahirkan selalu digambarkan sebagai tokoh yang lemah, tidak dipandang, tidak penting, dan kedudukannya selalu dianggap lebih rendah dibanding laki-laki. Namun Allah justru memakai wanita sebagai sarana untuk menyatakan kemuliaan-Nya.

Jujur saya akui, sulit bagi saya menulis tentang Maria. Tokoh Kitab Suci yang telah dikenal dekat dengan gereja Katolik. Saya kehabisan kata-kata, tak mampu merangkai sebuah kalimat pun untuk memulainya. Karena bagi saya, semua tentang Maria adalah kesempurnaan. Keteladanannya, kepatuhannya, kesetiaannya dan semua keyakinannya akan kehendak Bapa begitu sempurna. Lalu apa lagi yang harus saya tulis disini?

Disebutkan dalam Kitab Suci, Maria adalah seorang wanita yang diberkati Tuhan, "Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau" (Luk 1:28), namun apabila kita baca dalam kisah hidup Maria setelah bahkan sebelum melahirkan bayi Yesus, rasanya lebih banyak penderitaan yang ia alami. Bayangkan saja sekarang, ketika Anda harus melahirkan di kandang domba, bagaimana perasaan Anda? Atau ketika anak Anda hilang namun berlaku seolah tidak ingin ditemukan seperti dalam kisah Lukas 2:48-49 "Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau." Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" Derita terberat yang harus dihadapi Maria adalah saat mendampingi putra tunggalnya mengalami jalan salib yang begitu kejam sampai menyaksikannya wafat di kayu salib. Dapatkah Anda membayangkan perasaan itu? Dapatkah Anda masih beranggapan bahwa Maria adalah wanita yang diberkati Tuhan? Bila ia benar diberkati Tuhan, bukankah terasa tak adil baginya untuk mengalami penderitaan yang begitu besar dalam hidupnya?

Bandingkan dengan Anda sekarang, saat Anda mengikuti perayaan ekaristi di gereja. Setiap akhir misa Pastor akan memberkati Anda dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, namun setelah menerima berkat dari Tuhan, sungguhkah Anda merasa terberkati dalam hidup Anda ketika setelah misa harus dihadapkan dengan pulang ke rumah mengurus orang tua Anda yang sakit-sakitan dan sudah pikun, suami Anda yang malas, mertua Anda yang tidak pernah menghargai Anda, anak Anda yang rewel dan tidak mau berhenti merengek. Belum lagi dengan urusan rumah tangga lain yang belum selesai, atau pekerjaan yang harus dibawa pulang karena harus menyiapkan presentasi keesokan harinya. Dan seolah itu semua belum cukup, tetangga Anda yang selalu bertengkar sehingga mengganggu sekitarnya. Saudara Anda yang meminjam uang Anda, sahabat Anda yang telah menikam Anda dari belakang dengan menipu Anda. Bayangkan situasi2 berat lain yang Anda alami saat ini, sungguhkah Anda merasa terberkati seperti Maria padahal rasanya hanya penderitaan saja yang Anda rasakan sejak mengenal Yesus?

Lukas 1:46-48 "Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia." Sesungguhnya Tuhan TIDAK PERNAH menjanjikan bahwa LANGIT itu selalu CERAH, BUNGA selalu MEKAR dan MATAHARI selalu BERSINAR. Tapi ketahuilah bahwa DIA selalu memberi PELANGI di setiap BADAI, SENYUM di setiap KESEDIHAN, BERKAT di setiap COBAAN, dan JAWABAN di setiap DOA. Dia berjanji bahwa Dia akan selalu menyertai Anda dalam setiap langkah hidup Anda. "Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:20)

Ketika Anda merasa mengalami kepahitan, bukankah Anda patut bersyukur ketika diberi kesempatan untuk merawat dan sedikit membalas jasa orang tua Anda disaat banyak orang lain telah kehilangan orang tua mereka? Bukankah Anda patut bersyukur atas anak Anda yang merengek disaat banyak keluarga merindukan kehadiran seorang anak? Saat Anda merasa tidak dihargai oleh mertua Anda, bukankah sepatutnya Anda bersyukur karena Tuhan memberi kesempatan bagi Anda untuk mengenal dan belajar tentang kemurahan hati, kesabaran dan ketulusan melayani sesama? Ketika Anda suntuk dan jenuh melakukan rutinitas pekerjaan atau usaha Anda, bukankah sepatutnya Anda bersyukur bahwa Tuhan memberi Anda kesempatan untuk berkarya? Karena sesungguhnya tidak akan ada kepahitan dan penderitaan saat Anda mampu bersyukur dengan segala kerendahan hati dan mampu berpengharapan dan mengandalkan Tuhan dalam setiap detik kehidupan Anda.

Maria telah lebih dahulu mengalaminya, dalam kepasrahan dan ketaatannya ia mau menerima panggilan Tuhan. Ia dengan rela menjalankan setiap peristiwa dalam hidupnya, baik yang bahagia maupun yang penuh derita. Meneladan Maria berarti kita mau belajar keikhlasan seperti dia. Maria tidak pernah menyesal pada pilihannya menerima kehendak Bapa. Ia patuh, ia setia, ia ikhlas hati dan ia berbahagia. Keikhlasan yang begitu indah yang mengajarkan pada kita bahwa mengikuti Tuhan dan menerima panggilan-Nya berarti juga harus mampu setia pada ajaran dan teladan-Nya. Maukah kita menjadi Maria-Maria masa kini yang dengan ketaatan seperti Maria pada akhirnya mampu menyebarkan kebaikan pada orang lain di sekitar kita? Fiat Mihi Secundum Verbum Tuum - Jadilah padaku menurut perkataan-Mu. Semoga Tuhan memberkati Anda.

Sunday, September 13, 2015

Injil Itu Sabda Allah, Bukan "Sabda Kita"

Saya adalah tipe pemilih makanan, saya suka makan, tapi pada beberapa makanan tertentu, saya tidak pernah menyentuhnya. Seperti contohnya sayuran, sejak kecil saya kurang suka makan sayur-sayuran. Hanya sayur tertentu yang suka saya makan. Sewaktu masih kecil saya lebih sering memilih daging ataupun ikan dibandingkan sayur mayur.

Beranjak remaja, kebiasaan memilih ini lalu berkembang pada pilihan mata pelajaran di sekolah yang saya suka dan tidak suka. Ketika saya suka dengan mata pelajaran tertentu, saya akan bersungguh-sungguh dalam belajar. Namun apabila saatnya mata pelajaran yang tidak saya sukai, saya malas dan belajar dengan acuh tak acuh, seadanya saja. Tidak bersemangat seperti ketika saya belajar pelajaran yang saya sukai.

Memasuki usia dewasa, saya pun memilih pekerjaan yang saya sukai. Jika tidak begitu saya akan seperti kutu loncat yang mudah berpindah-pindah tempat pekerjaan. Ketika saya telah mendapatkan pekerjaan yang saya sukai, dalam perjalanannya ketika saya dihadapkan dengan tumpukan pekerjaan, saya akan memilih menyelesaikan tugas yang lebih saya sukai dahulu dibandingkan tugas yang menurut saya membosankan ataupun tidak menyenangkan. Kebiasaan saya yang suka memilih ini, mungkin juga dialami oleh Anda sekalian. Namun bagaimana dengan kehidupan rohani kita?

Sudah berapa lamakah Anda menjadi seorang Katolik? Sudah berapa lamakah Anda sudah dibaptis? Seberapa sering dari Anda yang telah berusaha semaksimal mungkin menjalankan ajaran-ajaran yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus? Pernahkah Anda memilih melaksanakan keinginan pribadi Anda di atas ajaran Yesus?

Saya pernah. Yup, dengan sangat menyesal dan malu, saya pernah melaksanakan Injil sesuai keinginan saya. Bagaimana saya melaksanakan Injil seturut keinginan saya? Hmm, begini misalnya. Bagi seorang pegawai, tanggal-tanggal "keramat" adalah tanggal tua ketika gaji bulan lalu mulai menipis tapi keinginan untuk jalan-jalan, shopping, atau sekedar hang out dan kongkow-kongkow terasa lebih menyenangkan. Lalu ketika pergi ke gereja dan disodorkan kotak kolekte, mulai berhitung dalam otak kira-kira berapa yang pantas diberikan untuk persembahan tetapi tetap cukup untuk dipakai jajan pada saat misa bubar. Ketika akhirnya telah diputuskan, ternyata jatah uang kolekte telah dipotong untuk jajan selepas misa. Matius 22:18-21 berkata "Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu." Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." Demi memenuhi keinginan daging, kadangkala saya dan mungkin kita semua secara sadar maupun tidak telah memotong kewajiban kita pada Allah.

Pernahkah Anda melihat, atau mendengar, atau bahkan melakukannya sendiri ketika sebetulnya Anda (atau kita) tiba-tiba kejatuhan durian runtuh alias bonus tak terduga lalu datanglah seorang dari saudara kita yang mengetahui bahwa kita mendapatkan rejeki yang tak terduga dan saudara Anda itu kebetulan sedang dalam kesulitan keuangan akibat musibah yang dideritanya dan berniat meminjam uang dari Anda tapi Anda menolaknya dengan mengatakan bahwa Anda sedang tidak punya uang? Anda tahu saudara itu sedang kesusahan namun Anda tetap tidak mau meminjamkan karena takut tidak dikembalikan lagi? Atau mungkin ketika Anda sedang makan di restoran favorit Anda lalu datanglah seorang pengemis ke dekat Anda namun Anda berkata, "Akhh, buat apa saya memberi sedekah pada pengemis ini? Saya saja masih susah hidupnya, saya saja masih kurang. Untuk apa saya memberi sedekah saat saya sendiri masih banyak keperluan?" Markus 12:43-44 berkata "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." Bahkan di saat sedang susah sekalipun, mampukah kita meneladan janda miskin itu dengan memberi dari kekurangan kita?

Injil itu Sabda Allah, hendaknya kita mentaati Sabda Allah tersebut. Injil itu BUKAN "Sabda Kita", artinya tidak seharusnya kita menafsirkan Injil sesuai dengan keinginan dan kenyamanan kita sendiri. Injil adalah tuntunan bagi kita untuk hidup menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan semakin serupa dengan Yesus.

Bulan September dinobatkan sebagai bulan Kitab Suci, dengan demikian diharapkan sebagai umat Katolik kita semakin rajin membuka dan membaca Kitab Suci dan mendalami maknanya sehingga kita bisa melaksanakannya dalam hidup kita sehari-hari. Dengan pemahaman yang sungguh mendalam pada Kitab Suci, kita diharapkan mampu menafsirkan Kitab Suci seturut nasehat dan teladan Yesus sendiri. Permasalahan selanjutnya hanyalah menyisakan sebuah pertanyaan sederhana: Maukah kita yang telah lama menjadi Katolik dan telah banyak mendalami makna Kitab Suci sungguh-sungguh menjalankan Injil itu sesuai dengan Sabda Allah itu sendiri? Selamat berkarya, selamat bertumbuh, dan selamat menjalankan Injil sebagai Sabda Allah yang hidup. Semoga Tuhan memberkati niat baik Anda sekalian.

Saturday, August 22, 2015

Perbuatan Baik itu Sederhana

Hari ini, seperti biasa saya sedang dalam perjalanan pulang dari kantor menuju rumah. Sebagai pengguna angkutan umum, saya duduk dekat pintu dibelakang sopir. Angkutan umum yang saya lalui setiap hari selalu melewati jalur yang sibuk yang sering kali menimbulkan kemacetan.

Saya sedang tertidur siang ini di kursi saya. Sampai seorang ibu di bangku belakang berseru, "Itu kenapa si bapak!" Saya terbangun dengan seruan itu. Dan saya lihat dipinggir jalan ada seorang bapak tua sedang tergeletak dengan pelipis dan pipi yang sudah berdarah. Rupanya dia tiba-tiba pingsan dan terantuk batu yang banyak berserakan ditempatnya berdiri.

Tak disangka-sangka, seorang penumpang laki-laki yang duduk dibelakang meloncat keluar angkot dan membantu menggendong bapak yang pingsan di pinggir jalan itu untuk dibawa ke apotik terdekat yang kebetulan ada di sekitar tempat bapak tersebut pingsan. Luar biasa tindakan spontan itu. Sederhana namun bagi saya itu luar biasa.

Dia tak mengenal bapak yang pingsan itu. Dia duduk jauh dibelakang namun sengaja turun untuk menggendong bapak tersebut ke apotik. Dia spontan menolong padahal tak ada yang memintanya untuk melakukan itu. Tak ada pujian, tak ada ucapan terima kasih bahkan tak ada imbalan apapun namun dia tulus dan spontan.

Saya jadi teringat perumpamaan mengenai orang Samaria yg murah hati dalam injil Lukas 10: 25 - 37, dalam salah satu ayat disebutkan, "Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan." (Luk 10:33) Yup! Belas kasihan!

Belas kasihan yang rasanya dijaman sekarang semakin sulit ditemukan. Kadang kala kita sering ragu berbuat baik pada orang yang tidak kita kenal dengan alasan takut orang yang kita bantu itu ternyata adalah orang yanga jahat. Takutnya kita justru kena tipu karena membantu orang tersebut. Atau bahkan takutnya orang yang kita bantu itu malahan berbalik menikam kita, yaahhh ketakutan-ketakutan yang sungguh amat manusiawi. Namun apabila melihat tindakan yang spontan dari bapak penumpang angkot tersebut. Saya jadi berpikir bahwa ternyata masih banyak orang baik disekitar kita. Masih banyak pula orang yang tulus membantu. Masih banyak orang yang dapat begitu spontannya membantu orang lain.

Saya percaya pada hukum tabur tuai. Saat Anda menabur banyak kebaikan, niscaya Anda akan menuai kebaikan pula. Saat Anda banyak mendoakan orang lan, ternyata banyak juga yang mendoakan Anda. Apabila Anda telah berusaha menabur banyak kebaikan percayalah bahwa Anda akan dikelilingi oleh orang-orang baik pula. Saat Anda menabur kerahaman dan senyum, maka Anda pun akan mendapat banyak senyuman dari orang disekitar Anda. Dan percayalah, ternyata perbuatan baik itu sederhana. Selamat menabur kebaikan. Tuhan memberkati.

Tuesday, August 4, 2015

Pengabdian? Mampukah Kita Mengabdi??

Kalimat pertama selalu menjadi yang tersulit untuk diketik. Ketika untuk kesekian kalinya saya mencoba mengisi rubrik berbagi, yang isinya tentunya harus untuk berbagi, mau tak mau saya mengingat kembali kira-kira ada pengalaman apalagi yang dapat saya bagikan. Menemukan kalimat pertama itulah selalu yang tersulit untuk dibagikan, hehehe.

Baiklah, kali ini saya ingin berbagi pengalaman liburan saya beberapa waktu yang lalu. Bersama beberapa orang teman, kami merencanakan acara liburan yang diidam-idamkan. Liburaannn!!! Yeaayyy, siapa yang tidak bersemangat dengar kata itu? Apalagi untuk karyawan/karyawati yang selalu terjebak dengan jam kerja. Bahagia tentunya.

Namun, bukan soal liburannya yang ingin saya fokuskan disini. Saya justru tertarik dengan individu yang mengikuti liburan itu. Ada yang susah payah cari tiket murah. Ada yang rajin browsing internet untuk mendapatkan paket tour terbaik namun tetap terjangkau. Ada yang sibuk membuat persiapan ini dan itu. Tapi tetap saja, ada yang terima beres dan tidak membantu banyak, bahkan bisa dibilang sama sekali tidak membantu. Bukan hanya 1 kali saya bertemu dengan orang semacam ini. Namun beberapa kali!! Saat saya sibuk buat itinerary, atau mencoba mencari hotel murah, atau mencari tahu bagaimana cara kesini dan kesitu, namun partner traveling saya adaaaa saja yang tidak membantu.

Mau mengeluh, dia beralasan sibuk (dan semua orang juga bisa pake alasan yang sama) ada lagi alasan internet yang tidak bersahabat, atau alasan-alasan yang bagi saya itu hanya alasan. Alasan bisa dibuat 1000 macam hanya untuk pembenaran diri. Make time, because everbody has the same 24 hours a day, yahh bagi saya begitu. Karena setiap orang mempunyai 24 jam waktu yang sama, yang membedakan adalah apakah mau menyediakan waktukah? Atau menyisakan waktu? Itu saja, simple kan?

Bagi mereka-mereka yang menyediakan waktu untuk sahabatnya, entah itu mendengarkan curahan hati sahabatnya, atau hal lain yang ingin dibagikan antar sahabat. Bagi mereka yang menyediakan waktu untuk merawat orang tuanya yang entah sakit atau memang sudah tua dan perlu perawatan dan pengawasan ekstra. Bagi mereka yang menyediakan waktu melakukan hal-hal yang dianggap sepele seperti ikut terlibat dalam perencanaan liburan dan bukan terima jadi saja. Bagi mereka yang menyediakan waktu untuk bersabar dan mengalah pada teman yang kurang sopan. Bagi mereka yang menyediakan waktu untuk melayani di gereja. Bagi mereka yang menyediakan waktu untuk berbagi senyuman. Bagi Anda semua yang menyediakan waktu untuk melakukan kebaikan, percayalah bahwa Anda tidak akan jauh dari Kerajaan Surga, saya salut dengan pengabdian seperti itu.
Pengabdian yang tampak sepele dan kecil yang dilakukan pada sahabat yang membutuhkan dukungan, tentunya akan sangat membantu yang membutuhkan. Pengabdian pada Tuhan, bagi saya harusnya terwujud dalam tindakan nyata. Matius 25:35-36 "Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku."

Matius 25:40 "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." Ayat yang keren bukaaann?? Yaa, kereennn memang, keren bingitsss kalau kata anak muda jaman sekarang. Keren karena terkesan sangat mudah melayani Tuhan itu. Tapi sudahkah Anda lakukan pada saudara Tuhan Yesus yang paling hina itu? Siapa saudara-Nya yang dimaksud? Mereka adalah para sahabat yang sedang mengalami kesulitan, kesepian, merasa sendirian dan terasing. Mereka adalah para orang tua, yang semasa mudanya tanpa pernah mengeluh menjaga dan melayani kita anak-anaknya dengan sepenuh hati.  Mereka adalah orang yang kadang kita pandang sebelah mata saja hanya karena gengsi kita. Segala yang baik dan buruk yang kita lakukan pada saudara Tuhan itu, disadari atau tidak telah kita lakukan pada Tuhan.

Pengabdian pada sesama, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan tentunya, akan menghantar kita pada Tuhan. Tuhan itu bukanlah Allah yang jauh, Allah yang tak terjangkau, Allah yang tak kasat mata. Yesus sendiri yang mengajarkan kita bahwa Allah kita itu ada disekeliling kita dan tinggal bersama-sama dengan kita setiap saat dan setiap waktu. Yesus mau mengajarkan pada kita bahwa dengan melayani dan mendoakan sesama kita sebenarnya kita telah melakukannya juga bagi Dia. Saat kita berdoa bagi kaum muda, yang karena arogansi, keegoisan diri, kesombongan dan kurangnya kebijaksanaan telah berlaku tidak sopan dan kurang ajar pada orang yang lebih tua. Saat kita mengabdi pada orang yang mengaku sebagai pelayan Tuhan namun sulit menanggalkan sikap ingin dipuji, ingin diperhatikan, ingin disanjung, ingin diakui. Saat kita tetap setia berbuat kebaikan meskipun dunia tampak tidak bersahabat. Saat itulah kita justru semakin dekat dengan ajaran Yesus.

Semoga kita semakin lebih peka melihat wajah-wajah Allah di sekeliling kita. Semoga kita yang saat ini justru telah diberikan keberuntungan dan anugrah terindah dari Tuhan bahwa kita telah terpilih dan terpanggil untuk berada pada situasi dimana kita dapat mengabdikan diri pada sesama, pada orang tua kita, pada sahabat kita tetap diberikan kesabaran, kerendahan hati dan ketulusan dalam menjalankan pengabdian kita ini. Percayalah Anda beruntung. Banyak orang di luar sana yang tidak mendapatkan kesempatan kedua untuk mengabdi pada orang yang dicintai karena Tuhan terlanjur memanggilnya. Bagi Anda yang dalam pengabdian pada orang tua yang sakit, suami yang tak berdaya, istri yang depresi, berbahagialah! Sekali lagi hendak saya ulangi, pengabdian pada sesama, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, akan menghantar Anda pada Allah. Selamat mengabdi dan berbuah. Semoga Tuhan selalu memberkati.

Thursday, July 16, 2015

Evangelii Gaudium...Hmm, apaan tuh??

Google, mana google? Itulah yang terlintas pertama kali dalam pikiran saya saat mendengar tentang Evangelii Gaudium. Bagi awam seperti saya istilah-istilah tersebut terdengar sangat asing di telinga. Namun ketika mendapat banyak referensi dari bacaan di internet maupun dalam pembahasan di buku-buku rupanya Evangelii Gaudium ini merupakan salah satu anjuran apostolik dari Paus Fransiskus.

Evangelii Gaudium atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai sukacita Injil merupakan suatu anjuran dari bapak Paus Fransiskus agar sebagai Gereja kita dipanggil untuk memberitakan sukacita Injil. Bagaimana dan seperti apa persisnya semuanya dijelaskan secara lugas dan menarik dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami dalam dokumen gereja mengenai sukacita Injil ini.

Sebagai awam dengan pemahaman yang sangat sederhana, saya mau tidak mau setelah membaca beberapa referensi mengenai Evangelii Gaudium ini lalu mulai mencoba memaknainya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kita bercermin pada Paus Fransiskus, hampir semua foto beliau, baik yang dicetak dalam tabloid atau kalender maupun yang beredar di internet, selalu menggambarkan wajah yang penuh sukacita, tersenyum dan bahkan tertawa lebar. Wajah yang ramah dimana tidak banyak orang disekeliling kita yang mampu menunjukan sukacita seperti itu.

Berapa banyak diantara lingkungan sekitar Anda seseorang yang terlihat selalu ceria? Ada berapa orang yang Anda kenal selalu mampu tersenyum apapun keadaannya? Senyuman seperti apakah yang biasa Anda terima dari sesama di sekitar Anda? Senyum yang tuluskah? Atau senyuman basa basi yang penuh kepalsuan? Dan bagi Anda sendiri, seberapa sering Anda memberikan senyuman penuh ketulusan pada sesama Anda?

Senyuman tulus, biasanya hadir dari hati yang juga tulus. Keceriaan dan kedamaian biasanya terpancar dalam ketulusan itu. Seseorang yang pernah menerima dan merasakan kebahagiaan sejati dari Allah Bapa, biasanya mampu membaginya pada sesamanya. Biasanya kedamaian yang diterimanya dapat juga ia sebarkan kepada sesamanya.

Dunia yang semakin instan dan penuh dengan individualisme kadang kala membentuk perilaku kita agar sesuai dengan tuntutan jaman. Kita menjadi semakin egois, kita berubah menjadi individualis, bahkan beberapa orang tertentu mampu bertahan hidup tanpa bersosialisasi dengan sesamanya. Hidup mengurung diri dalam kamar tanpa berinteraksi dengan sesama. Hidup dalam dunia maya lewat media sosial dan semacamnya.

Paus Fransiskus menyambut kemajuan teknologi dengan reaksi yang positif, mendukung dan bahkan mengajak kita untuk mensyukurinya karena kemajuan teknologi dapat berarti pula bahwa kita sebagai manusia telah berhasil mengembangkan talenta yang telah dianugerahkan Tuhan pada manusia lewat akal budi dan pengetahuan yang begitu luas. Namun dilain sisi Paus Fransiskus pun mencemaskan keberhasilan teknologi ini akan menghambat interaksi yang dalam dan hangat antar sesama manusia. Beliau lewat anjuran apostoliknya ini ingin mengingatkan dan mengajak kita kembali sebagai umat beriman untuk mewartakan bahwa Yesus Kristus dengan wafat dan kebangkitan-Nya hadir untuk mengasihi Anda, mengorbankan hidup-Nya untuk menyelamatkan Anda, dan kini hidup untuk mendampingi Anda setiap hari, untuk menerangi, meneguhkan dan untuk membebaskan Anda.

Banyak disebutkan langkah-langkah konkrit yang sederhana yang dapat kita lakukan untuk menjadi pewarta-pewarta Kabar Sukacita ini. Langkah sederhana yang seringkali kita anggap biasa dan kemudian malahan kita lewatkan begitu saja. Hal sederhana seperti senyuman, sapaan hangat dan bahkan perhatian kecil yang tampak sepele kadang kala dapat berarti sedemikian besar bagi seseorang.

Paus Fransiskus sungguh ingin mengajak kita semua menjadi pewarta-pewarta Kabar Sukacita dengan menjadi duta sukacita itu sendiri. Bagaimana dan mengapa beliau mengeluarkan anjuran apostolik ini banyak dilatarbelakangi oleh situasi jaman ini yang semakin mengkhawatirkan. Sebagai Gereja, kita kadang terlalu nyaman dengan komunitas kita tanpa memperdulikan bahwa ada anggota gereja kita yang merasa terasing, merasa kesepian dan sendirian. Kita sibuk mencari pelayanan ini dan itu untuk membesarkan nama gereja kita padahal didalamnya ada orang-orang yang merasa dilupakan, ditinggalkan dan bahkan dicampakkan. Tanpa kita sadari pula, kita seringkali sibuk menghakimi pelayanan orang yang satu terhadap yang lain padahal dilingkungan sekitar kita ada yang telah kita sakiti, telah kita acuhkan, bahkan kita telah merendahkan dan tidak menghormatinya lagi hanya karena orang tersebut menyinggung ego kita.

Sadarkah kita bahwa anjuran bapak Paus ini sebenarnya ditujukan pada kita semua untuk berubah menjadi pribadi yang lebih perduli pada sesama? Sadarkah kita bahwa bapak Paus ingin mengajarkan kita akan kerendahan hati dan kesederhanaan untuk menjadi pribadi yang lebih hangat? Sadarkah kita bahwa anjuran ini sebenarnya juga merupakan sindiran bahkan teguran bagi kita agar kita lebih memperhatikan sesama kita? Senyuman lebar yang penuh ketulusan seperti yang diajarkan bapak Paus pada kita adalah sebuah bukti nyata bahwa dunia yang ramah dan penuh kehangatan adalah dunia damai yang ingin dibentuk oleh beliau.

Dalam kesederhanaan, ada sukacita. Dalam senyuman, ada kedamaian. Dalam keramahan, ada persaudaraan. Mari kita belajar dari bapak Paus Fransiskus bahwa dunia akan jauh lebih indah dengan persaudaraan. Bahwa Gereja akan lebih kuat dalam kebersamaan. Bahwa dengan bersikap proaktif kita dapat menjangkau sesama kita yang tersingkirkan, terasing dan terabaikan. Sudahkah Anda tersenyum hari ini?

Saturday, June 6, 2015

Mampukah Saya Menjadi Paulus Masa Kini?

Saya beruntung terlahir dalam keluarga Katolik. Mengapa beruntung? Karena setelah puluhan tahun menjadi seorang Katolik saya banyak belajar tentang Yesus dan membuat saya semakin hari semakin mencintai Yesus. Saya memulai pelayanan saya sebagai seorang misdinar saat masih kecil, bukan karena saya merasa terpanggil sebagai misdinar ketika itu. Namun lebih karena mengikuti kakak saya yang lebih dahulu menjadi misdinar. Saat itu, sama sekali saya tidak mengerti mengapa saya mau mengikuti jejak kakak saya menjadi misdinar. Mengerti pun tidak soal pelayanan, hanya ikut-ikutan dan kesannya keren-kerenan karena sebagai misdinar kita mengenakan jubah saat bertugas.

Menjadi semakin dewasa dan lebih mengerti tentang pelayanan membuat pelayanan saya semakin bertambah, mulai mengikuti kegiatan koor, karismatik, lektor, taize, komsos dan pernah pula mengikuti legio Maria. Terdengar banyak sekali yaa kegiatan saya? Hahaha, tidak sebanyak itu sebenarnya. Saya sedang mencari kegiatan yang paling cocok dengan pribadi saya sehingga saya mencoba banyak sekali komunitas di gereja. Itulah kekayaan gereja Katolik yang membuat saya semakin jatuh cinta. Banyak jenis kegiatan yang bisa kita pilih sesuai dengan panggilan kita.

Saya bercerita sekilas tentang masa lalu saya sebenarnya karena saya ingin bercermin pada pribadi Santo pelindung paroki kita. Ya, siapa lagi kalau bukan St. Paulus? Berbeda dengan saya yang terlahir dari keluarga pengikut Kristus, St. Paulus justru mempunyai masa lalu yang berkebalikan dengan masa lalu kita dan mungkin sebagian besar umat katolik di dunia yang terlahir sebagai katolik. St. Paulus lebih dikenal dengan masa lalu yang kelam. Dia kejam, dia menganiaya pengikut Kristus, dan bahkan sampai bertekad membinasakan para pengikut Kristus. Sejak kecil St. Paulus tidak mengenal Kristus, sampai akhirnya Allah sendiri yang menjamahnya dan membuat St. Paulus bertobat.

Dalam pertobatannya itu, St. Paulus menjadi salah satu pengikut Kristus yang justru paling bersemangat mewartakan tentang Yesus. St. Paulus dengan segala usahanya dan surat-suratnya membawa banyak jiwa-jiwa baru yang bertobat. Ia sangat aktif berkelana untuk memberitakan tentang Injil. Semangat pertobatannya bahkan jauh melebihi semangatnya dahulu ketika ingin membinasakan pengikut Kristus.

Ketika saya merenungkan perjalanan hidup saya yang terlahir Katolik dan perjalanan kekatolikan saya entah mengapa rasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan perjalanan St. Paulus yang dengan segala pertobatannya mau dan mampu terlibat dalam masyarakat, berbaur dengan sesama dan bahkan mengajar mereka untuk kemudian menunjukan pada mereka bagaimana sikap pengikut Kristus itu seharusnya. Ketika hidupnya bahkan terancam karena pengajarannya, St. Paulus telah memilih untuk tetap setia dengan keyakinannya.

Dalam kehidupan kita, seringkali kita dihadapkan pada kenyataan pahit yang membawa kita pada masa kelam. Kadang pula justru kita diberikan rahmat kelimpahan yang bagi sebagian orang malah membuatnya buta dan angkuh. Ketika kita dipercaya untuk memimpin beberapa orang saja, kita kadangkala merasa bahwa kitalah yang paling hebat, kita mampu disaat orang lain tak mampu. Kita menjadi lupa bahwa ada tangan tak terlihat yang telah mengatur kita.
Saat-saat kita diuji, kerap kali kita justru menghindar, menjauh, bahkan menghilang dari hadapan Tuhan. Kita marah, kita memaki, kita mengancam Tuhan, kita terus menyalahkan-Nya mengapa kita harus melewati ujian itu. Saya sering kali membaca di media sosial tentang orang-orang yang dari luar saya pikir adalah pribadi yang religius dan suci, namun berkomentar buruk di media sosial. Kata-katamu mencerminkan kualitas dirimu. Itu yang selalu diajarkan pada saya sejak dulu. Mungkinkah seorang pengikut Kristus melayani Tuhan sambil menggerutu? Apa pantas pelayan Tuhan memuji dan memuliakan Tuhan dengan nyanyian puji-pujian tetapi disaat yang bersamaan juga memaki dan menghujat sesamanya?

Menjadi seperti St. Paulus pada masa sekarang tidaklah perlu berkelana kesana kemari sambil memberitakan Injil seperti yang dilakukan oleh St. Paulus. Cukup dengan menjaga tutur kata kita, intonasi cara bicara kita, rasanya hal-hal kecil itulah yang sering kali terlewatkan oleh kita dalam bersikap sebagai pengikut Kristus. Paulus mengajar kita tetap setia walau dalam ujian. Paulus mencontohkan pada kita cara hidup yang pantas sebagai seorang pengikut Kristus. Paulus bahkan mewariskan pada kita surat-suratnya yang dapat kita jadikan acuan hidup kita.

Begitu banyaknya pengajaran St. Paulus yang kita baca dalam Kitab Suci, apakah ada salah satu dari kita yang berusaha untuk meneladan hidupnya? Ataukah ada yang terpanggil untuk menjadi pewarta seperti St. Paulus? Ketika kita sudah terpanggil menjadi pelayan Tuhan, apakah kita tetap rendah hati dan mengakui karya-karya kita itu sebenarnya adalah bukti keberadaan Tuhan di dunia? Ataukah kita terlalu sibuk dengan memegahkan diri dan beranggapan bahwa kita telah berusaha sekuat tenaga dengan kekuatan sendiri saja? Apakah kata-kata yang terucap dari mulut kita adalah kata-kata yang mengandung berkat? Apakah kita dapat menjadi teladan yang baik bagi sesama kita? Apakah kekatolikan dan pengajaran yang kita terima selama menjadi pengikut Kristus telah kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari kita? Mari kita bersama meneladan St. Paulus yang dalam pertobatannya telah berkembang menjadi pribadi yang mencerminkan sikap dan pelaku firman Allah. Semoga Tuhan memberkati kita semua dalam peziarahan kita menjadi pribadi-pribadi yang mau semakin dibentuk oleh-Nya. Amin.

Friday, April 10, 2015

Apa Arti Kebangkitan Yesus Menurut Anda?

Bangkit bersama Kristus. Itulah tema yang disebutkan kala saya menanyakan tema untuk tulisan kali ini. Sebuah tema sederhana yang mengandung sejuta makna. Saat saya menulis ini, suasana sedang hujan deras disertai dengan angin yang kencang. Gumuruh halilintar sesekali terdengar ditengah derasnya hujan. Saya teringat pada kisah sengsara Yesus yang dibacakan pada saat kita merayakan hari Minggu Palma. "Ketika itu, tabir bait suci terbelah dua dari atas sampai kebawah", yah sepenggal kalimat itu yang saat ini tergambar dalam benak saya ketika menyaksikan hujan lebat dihadapan saya. Pertobatan Kepala Pasukan yang melihat Yesus wafat lalu tabir bait suci terbelah dua membuat saya mampu membayangkan suasana yang dikisahkan dalam kisah sengsara itu.
Pertobatan kepala pasukan yang berkata "Sungguh orang ini, Anak Allah" seakan ingin mengajarkan pada kita bahwa saat kita melihat ataupun mengalami sebuah peristiwa yang begitu membekas, begitu berkesan dalam kehidupan kita kadang kita pun baru menyadari kebesaran Tuhan. Ketika saya bercerita pada seorang teman betapa lelahnya mempersiapkan diri menyambut Paskah, dengan banyaknya jadwal pertemuan, latihan, gladi resik dan sebagainya, dia berkata bahwa sudah lebih dari 1 tahun ini dia tidak pergi ke gereja karena kesibukan dan lain-lainnya. Saya lalu berpikir, berapa banyak diantara kita yang mengalami peristiwa yang sama seperti yang saya alami. Yang seorang sibuk latihan misdinar, yang lain sibuk jalan-jalan di mall. Yang seorang sibuk latihan lektor/pemazmur, yang lainnya bersenang-senang ditempat karaoke. Yang seorang sibuk rapat prodiakon yang seorang sibuk dengan pekerjaannya dikantor. Ada pula yang sibuk dengan rapat panitia persiapan Paskah namun disisi lain ada yang malah sibuk merencanakan piknik bersama rekan-rekannya.
"Akhh, selama saya menjadi orang baik, tidak merugikan sesama, tetap menjunjung tinggi kejujuran, cukup beramal dan tetap bersikap ramah pada orang lain rasanya itu juga cukup. Tidak perlulah rajin-rajin ke gereja, untuk apa buang waktu untuk jadi pelayan gereja? Toh sama saja yang saya lakukan sudah baik dan tidak melanggar perintah agama". Begitu biasanya yang sering dikatakan banyak orang tentang pilihan untuk tidak bersedia terlibat dalam kegiatan keagamaan. Seringkali pula orang malah berkata, "Bukankah lebih baik tidak ke gereja tapi jadi orang yang baik, daripada jadi pelayan gereja tapi tingkah lakunya tidak menandakan orang yang beragama? Banyak tuh aktivis gereja yang malahan sikap dan perbuatannya lebih buruk dibanding orang yang tidak beragama". Pernah Anda mendengar pernyataan-pernyataan seperti itu?
Banyak! Mungkin tidak hanya banyak tetapi juga sering Anda mendengar orang melontarkan pernyataan-pernyataan tersebut. Lalu bagaimana reaksi Anda? Membenarkan dan setuju dengan pernyataan tersebut? Ataukah membela dan mendebat orang-orang tersebut? Jikalau Anda sedang berada di dekat saya saat ini dan sedang berdiskusi dengan saya, saya akan menjawab bahwa saya setuju dengan pernyataan yang disebutkan diatas. Yaa, tidak dapat saya pungkiri bahwa pada kenyataannya banyak aktivis gereja yang hidupnya bahkan tidak menggereja. Banyak berkeluh kesah padahal setiap minggu ke gereja. Sulit bersyukur padahal kebutuhan sehari-harinya dapat terpenuhi dengan baik. Setiap hari mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu gereja namun saat senggang membicarakan kejelekan orang dibelakang. Aktif sebagai pelayan gereja namun memperlakukan istri/suami/anaknya dengan kasar. Menjadi pengurus dalam komunitas gereja namun semena-mena pada karyawannya. Yaa, banyak yang begitu. Namun apakah Anda mau menjadi orang yang seperti itu? Apakah Anda tidak malu jika tingkah laku Anda dalam lingkungan menggereja bertentangan dengan kehidupan sehari-hari Anda di luar gereja?
Terkadang Tuhan memberikan cobaan untuk membentuk kita menjadi lebih kuat. Terkadang kita didekatkan pada orang yang menjengkelkan agar kita belajar tentang kesabaran. Kita dikelilingi oleh orang malas agar kita bekerja lebih keras. Kita diperlihatkan kesuksesan dan kekayaan orang lain dengan cara kotor agar kita dapat mensyukuri hidup kita yang sederhana namun jujur. Kita dihadapkan dengan aktivis gereja yang tingkah lakunya tidak sesuai dengan hidup menggereja agar kita dapat bercermin, akan menjadi pelayan Tuhan yang seperti apakah kita?
Kebangkitan Yesus adalah kebangkitan kita semua yang percaya kepada-Nya. Kebangkitan- Nya menjadi tanda awal kehidupan yang baru. Daripada sekarang Anda sibuk menghakimi orang lain, bukankah sebaiknya kita bercermin dan berbenah diri mengisi hidup baru kita dengan menabur benih baik? Daripada sibuk memikirkan kenapa dia begitu dan dia begini, bukankah lebih baik kita tetap bersikap anggun dan rendah hati? Daripada memikirkan mana yang benar dan salah, bukankah lebih baik mencari cara untuk menjadi lebih dekat dengan Tuhan?
Kebenaran sejati hanyalah milik Allah. Janganlah kita disibukan dengan mencari mana yang benar dan salah. Setiap kita dianugerahi hati nurani yang akan selalu berbisik pada kita saat kita salah melangkah. Orang yang dekat dengan Allah, hati nuraninya pasti akan membisikan suara-suara dari Allah. Memang menjadi orang yang baik adalah tujuan hidup semua orang, namun alangkah lebih sempurna jika hidup yang baik itu juga ditandai dengan kedekatan dengan Allah sendiri.
Mari kita memaknai dan mengisi kebangkitan Yesus dengan semangat yang baru, dengan komitmen yang teguh, dan dengan niat yang tulus. "Tuaian memang banyak, namun pekerja sedikit", itulah cambuk pengingat bagi kita agar bersedia dipanggil Tuhan untuk menjadi pekerja-pekerjanya yang setia. Allah itu setia, Dia tetap setia memanggil kita untuk melayani-Nya meskipun kita sering mengabaikan-Nya. Allah itu Murah Hati, Ia akan membayar upah yang sepadan pada kita yang berniat tulus melayani-Nya. Mari kita berbondong-bondong mengikuti-Nya dan melayani-Nya, mengisi hidup baru kita dengan kesetiaan dan kelemahlembutan. "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Ku jadikan penjala manusia." Mari kita bangkit bersama Kristus. Selamat melayani. Semoga Tuhan memberkati Anda dan keluarga.

Friday, March 6, 2015

Bagaimana Memaknai Masa Prapaskah?

Ketika saya diminta untuk mendefinisikan masa Prapaskah dalam sebuah kalimat atau kata sederhana, dengan mudah saya akan menjawab: Masa Pertobatan tanpa ragu sedikitpun ataupun tanpa perlu berpikir dengan keras. Namun ketika saya diminta untuk menulis artikel tentang "Pertobatan Sejati", saya langsung terdiam (kalau kata orang Sunda sih bisa dibilang saya langsung "ngahuleung"). Apa ya yang sebaiknya saya tulis? Pertobatan seperti apa ya yang disebut sebagai SEJATI? Bagaimana bentuknya pertobatan sejati itu? Reaksi bingung saya ini membawa saya pada permenungan yang sangat panjang.
Setelah berguru kesana kemari mulai terbukalah pandangan saya. Banyak pikiran-pikiran besar dan muluk-muluk yang saya bayangkan sebelumnya tentang pertobatan sejati itu. Namun saya salah besar ketika akhirnya saya mendapat pencerahan itu. Hal-hal yang sebenarnya sederhana dan terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari pin dapat membuat kita memaknai makna Masa Prapaskah itu sendiri.
Pada awal tahun baru 2015 yang lalu kita diajak untuk merenungi resolusi kita di tahun yang baru, apakah resolusi yang kita tuliskan di agenda itu hanya resolusi dalam hal pemenuhan kebutuhan duniawi saja? Ataukah resolusi yang kita doakan dan dan kita targetkan itu adalah resolusi yang berpusat pada pengembangan diri dan pertumbuhan iman kita? 
Saat melihat kembali resolusi pribadi saya di awal tahun 2015 ini, saya menyadari bahwa resolusi yang saya tuliskan lebih banyak untuk memenuhi kepuasan sendiri saja. Ingin punya smatphone paling canggih, ingin punya mobil, ingin ini, ingin itu dan makin bertambah daftarnya saat kemarin menjelang tahun baru Imlek. Ketika saya diminta menulis tentang pertobatan sejati ini, saya langsung mencoret semua resolusi saya yang panjang itu.
Menurut 1 Korintus 7:32-34, "Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya." Saat membaca penggalan perikop Kitab Suci tersebut, saya kembali disadarkan bahwa pertobatan sejati itu adalah sebuah pilihan sikap yang sebaiknya kita jalani.
Saat kita memilih untuk bertobat, hendaknya kita bertobat dengan sungguh-sungguh. Sungguh ingin menjadi pribadi yang lebih rendah hati pada saat sekarang dimana kita dipercaya memimpin suatu perusahaan atau komunitas atau organisasi tertentu. Sungguh ingin menjadi anak yang berbakti dengan rajin belajar dan membantu orang tua. Sungguh ingin menjadi pribadi yang berjiwa besar saat melihat teman, tetangga ataupun saudara kita sendiri yang ternyata telah mencapai apa yang belum kita capai. Sungguh menjadi pribadi yang ingin semakin lebih dekat dengan Tuhan lewat pelayanan kita. Menjadi pribadi yang bertobat adalah pribadi sederhana yang hanya memusatkan perhatian demi perkembangan iman dan pelaksana ajaran-ajaran Tuhan sendiri.
Saat menilik kembali batin kita dan janji-janji yang pernah terucap pada Tuhan namun sampai sekarang belum kita wujudkan, saat itulah kita disadarkan bahwa masih banyak dari kita yang hanya sibuk dengan urusan kita sendiri tapi lupa berbenah diri. Tak jarang pula orang yang terlibat dalam pelayanan di gereja, dari luar tampaknya suci dan dekat dengan Tuhan, begitu religius dan kudus, namun membuat status di media sosial dengan kata kasar maupun keluhan yang seolah tak berakhir.
Hal sekecil apapun yang ingin kita ubah, niat sekecil apapun yang kita coba wujudkan sedikit demi sedikit itu tentunya jauh lebih berharga dibanding janji muluk dan kata-kata indah yang kita pasang di status media sosial kita. Niat yang tulus dan sungguh dilaksanakan itulah yang merupakan pertobatan yang Tuhan kehendaki. Entah sudah berapa banyak Paskah yang pernah kita rayakan. Entah berapa banyak pula pantang dan puasa yang pernah kita lakukan. Apakah dengan banyaknya hari dan tahun itu kita sungguh menjalankan amanat Bapa?
Apakah kita sudah lebih rajin ke gereja? Apakah kita sudah memulai pelayanan kita sebagai anggota gereja? Apakah kita sudah mulai memperbaiki hubungan yang pernah rusak karena masalah tertentu? Apakah kita sudah jujur mengakui kesalahan yang pernah kita lakukan? Sudah rendah hatikah kita saat kita sedang dalam posisi puncak? Sudah penuh syukurkah kita bahkan disaat-saat paling menyedihkan dalam hidup kita? Sudah minta ampunkah kita saat kita sedang dalam lembah kekelaman? Sudah memberi maafkah kita pada musuh-musuh kita? Sudah berjanjikah kita menjadi pribadi sederhana yang mau menerima dan melaksanakan setiap Sabda Allah?
Bukan manusia yang sempurna yang Tuhan harapkan, namun manusia yang penuh kelemahan namun selalu berusaha memperbaiki dirilah yang pada akhirnya dipilih oleh Allah. Beranikah kita menjadi orang-orang pilihan itu? Beranikah kita mengalami pertobatan sejati yang dipupuk mulai hari ini? Semoga kita selalu diingatkan pada lambang Salib abu yang kita terima pada saat misa Rabu Abu, lambang pertobatan dan pengingat kita agar terus memperbaiki diri sebelum kita kembali menjadi abu. Mari saling menguatkan dan bertobat. Semoga Tuhan memberkati Anda dan keluarga. Amin.

Tuesday, January 13, 2015

Jawab Apa ya Kalau Ditanya Resolusi 2015??

Memang bagi orang yang merasa sedang bahagia, ia pasti berpikir mengapa waktu cepat berlalu. Tapi bagi orang yang sedang bersedih, orang malah berpikir sebaliknya, mengapa waktu berjalan lambat sekali. Rasanya ingin sekali segera mengakhiri perasaan sedih ini. Begitulah kira-kira bagaimana suasana hati mempengaruhi penilaian kita akan sesuatu yang kita sebut dengan "WAKTU".

Bagi saya pribadi, rasanya cukup menakjubkan juga, tak terasa kita sudah ada di awal tahun yang baru, tahun 2015. Perubahan yang terjadi dalam setahun itu terasa sangat banyak. Ada kehilangan, ada pernikahan, ada kesusahan dan ada kebahagiaan yang apabila diingat kembali ternyata kenangan selama tahun 2014 membawa banyak pengalaman dan pelajaran baru dalam perkembangan hidup seseorang, termasuk Anda dan saya.

Lalu memasuki tahun 2015, mulai muncul banyak pertanyaan baru. Apa resolusi Anda untuk tahun 2015 ini? Hmm, sebetulnya seberapa pentingnya menetapkan sebuah resolusi itu? Apa manfaatnya bagi kita? Bagi saya, menetapkan resolusi itu akan memberikan warna baru bagi kehidupan. Kenapa begitu? Karena dengan menetapkan sebuah resolusi artinya kita memiliki tujuan-tujuan hidup yang baru. Semangat baru yang membuat kita bergegas bangun di pagi hari untuk memulai suatu hari yang baru, yang penuh dengan harapan baru dengan usaha untuk meraih hal yang terbaik bagi diri kita dan sesama kita.

Menetapkan sebuah resolusi juga membawa kita pada target yang ingin dicapai. Kebaikan baru yang ingin kita sebarkan. Peningkatan baru akan kualitas hidup kita semangat baru untuk berubah. Berubah ke arah yang lebih baik. Tak pernah ada yang menyangka umur kita di dunia. Musibah hilangnya pesawat Air Asia di penghujung tahun 2014, dimana semua orang sedang merencanakan liburan akhir tahun mereka, siapa sangka maut yang justru menjemput mereka?

Manusia dan rencana mereka. Kita dengan resolusi kita. Semua hal itu tak pernah terlepas dari kehendak Tuhan semata. Saat Tuhan berkehendak, rencana liburan malahan berujung petaka. Saat Tuhan berkehendak, kita masih diberikan anugrah keselamatan untuk melewati pergantian tahun 2014 ke 2015 kemarin. Sekarang, yang terpenting dari setiap resolusi dan harapan baru yang kita usahakan, ingatlah untuk selalu menyertakan Tuhan dalam setiap rencana kita. Apakah resolusi yang kita tetapkan itu telah sesuai dengan jalan Tuhan? Apakah resolusi yang kita harapkan itu melulu hanya untuk pemuasan ego pribadi kita saja? Ataukah resolusi kita telah menyertakan Tuhan juga dalam pelaksanaanya?

Belajar untuk lebih baik itu selalu membawa tantangan tersendiri. Berubah untuk selalu rendah hati itu tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Banyak dari kita sangat pandai menilai orang lain, mengkritik bagaimana orang lain itu harusnya bertindak. Mencoba mengubah cara orang lain dalam pengambilan kuputusan. Namun bagaimana dengan kita saat menerima kritik dari orang lain? Apakah kita pandai mengomentari orang lain namun tersinggung saat ada yang menegur kita? Apakah kita pandai menilai keputusan orang lain padahal saat kita diserahi tanggung jawab kita sendiri malahan menghindar dan bahkan melemparkannya pada orang lain lagi? Bagaimana mungkin Anda bisa menghakimi orang lain begini dan begitu saat Anda sendiri tidak mampu untuk dengan rendah hati menilai diri sendiri?

Ingatlah saat bahagia kita di tahun 2014. Ingat pula saat sedih kita tahun lalu. Saat kita sehat, saat kita sakit. Saat kita menghakimi, saat kita tidak bercermin ketika menghakimi orang lain, saat kita bisa rendah hati menerima kritik. Saat kita ditegur Tuhan. Saat kita dekat dengan-Nya atau bahkan saat kita marah pada-Nya. Ingat perasaan itu semua saat akan menetapkan resolusi 2015 kita. Semoga di tahun yang baru, kita pun dilahirkan kembali menjadi pribadi-pribadi baru yang jauh lebih baik. Pribadi yang indah dimata Tuhan. Semoga kita semakin bijaksana dan lebih rendah hati dalam menghadapi tantangan yang baru. Mari kita bersama-sama menciptakan suasana bahagia. Semoga tahun 2015 adalah tahun penuh berkat bagi Anda dan keluarga. Selamat Tahun Baru 2015. Semoga berkat Tuhan menyertai Anda sekalian.