Sunday, September 13, 2015

Injil Itu Sabda Allah, Bukan "Sabda Kita"

Saya adalah tipe pemilih makanan, saya suka makan, tapi pada beberapa makanan tertentu, saya tidak pernah menyentuhnya. Seperti contohnya sayuran, sejak kecil saya kurang suka makan sayur-sayuran. Hanya sayur tertentu yang suka saya makan. Sewaktu masih kecil saya lebih sering memilih daging ataupun ikan dibandingkan sayur mayur.

Beranjak remaja, kebiasaan memilih ini lalu berkembang pada pilihan mata pelajaran di sekolah yang saya suka dan tidak suka. Ketika saya suka dengan mata pelajaran tertentu, saya akan bersungguh-sungguh dalam belajar. Namun apabila saatnya mata pelajaran yang tidak saya sukai, saya malas dan belajar dengan acuh tak acuh, seadanya saja. Tidak bersemangat seperti ketika saya belajar pelajaran yang saya sukai.

Memasuki usia dewasa, saya pun memilih pekerjaan yang saya sukai. Jika tidak begitu saya akan seperti kutu loncat yang mudah berpindah-pindah tempat pekerjaan. Ketika saya telah mendapatkan pekerjaan yang saya sukai, dalam perjalanannya ketika saya dihadapkan dengan tumpukan pekerjaan, saya akan memilih menyelesaikan tugas yang lebih saya sukai dahulu dibandingkan tugas yang menurut saya membosankan ataupun tidak menyenangkan. Kebiasaan saya yang suka memilih ini, mungkin juga dialami oleh Anda sekalian. Namun bagaimana dengan kehidupan rohani kita?

Sudah berapa lamakah Anda menjadi seorang Katolik? Sudah berapa lamakah Anda sudah dibaptis? Seberapa sering dari Anda yang telah berusaha semaksimal mungkin menjalankan ajaran-ajaran yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus? Pernahkah Anda memilih melaksanakan keinginan pribadi Anda di atas ajaran Yesus?

Saya pernah. Yup, dengan sangat menyesal dan malu, saya pernah melaksanakan Injil sesuai keinginan saya. Bagaimana saya melaksanakan Injil seturut keinginan saya? Hmm, begini misalnya. Bagi seorang pegawai, tanggal-tanggal "keramat" adalah tanggal tua ketika gaji bulan lalu mulai menipis tapi keinginan untuk jalan-jalan, shopping, atau sekedar hang out dan kongkow-kongkow terasa lebih menyenangkan. Lalu ketika pergi ke gereja dan disodorkan kotak kolekte, mulai berhitung dalam otak kira-kira berapa yang pantas diberikan untuk persembahan tetapi tetap cukup untuk dipakai jajan pada saat misa bubar. Ketika akhirnya telah diputuskan, ternyata jatah uang kolekte telah dipotong untuk jajan selepas misa. Matius 22:18-21 berkata "Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu." Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." Demi memenuhi keinginan daging, kadangkala saya dan mungkin kita semua secara sadar maupun tidak telah memotong kewajiban kita pada Allah.

Pernahkah Anda melihat, atau mendengar, atau bahkan melakukannya sendiri ketika sebetulnya Anda (atau kita) tiba-tiba kejatuhan durian runtuh alias bonus tak terduga lalu datanglah seorang dari saudara kita yang mengetahui bahwa kita mendapatkan rejeki yang tak terduga dan saudara Anda itu kebetulan sedang dalam kesulitan keuangan akibat musibah yang dideritanya dan berniat meminjam uang dari Anda tapi Anda menolaknya dengan mengatakan bahwa Anda sedang tidak punya uang? Anda tahu saudara itu sedang kesusahan namun Anda tetap tidak mau meminjamkan karena takut tidak dikembalikan lagi? Atau mungkin ketika Anda sedang makan di restoran favorit Anda lalu datanglah seorang pengemis ke dekat Anda namun Anda berkata, "Akhh, buat apa saya memberi sedekah pada pengemis ini? Saya saja masih susah hidupnya, saya saja masih kurang. Untuk apa saya memberi sedekah saat saya sendiri masih banyak keperluan?" Markus 12:43-44 berkata "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." Bahkan di saat sedang susah sekalipun, mampukah kita meneladan janda miskin itu dengan memberi dari kekurangan kita?

Injil itu Sabda Allah, hendaknya kita mentaati Sabda Allah tersebut. Injil itu BUKAN "Sabda Kita", artinya tidak seharusnya kita menafsirkan Injil sesuai dengan keinginan dan kenyamanan kita sendiri. Injil adalah tuntunan bagi kita untuk hidup menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan semakin serupa dengan Yesus.

Bulan September dinobatkan sebagai bulan Kitab Suci, dengan demikian diharapkan sebagai umat Katolik kita semakin rajin membuka dan membaca Kitab Suci dan mendalami maknanya sehingga kita bisa melaksanakannya dalam hidup kita sehari-hari. Dengan pemahaman yang sungguh mendalam pada Kitab Suci, kita diharapkan mampu menafsirkan Kitab Suci seturut nasehat dan teladan Yesus sendiri. Permasalahan selanjutnya hanyalah menyisakan sebuah pertanyaan sederhana: Maukah kita yang telah lama menjadi Katolik dan telah banyak mendalami makna Kitab Suci sungguh-sungguh menjalankan Injil itu sesuai dengan Sabda Allah itu sendiri? Selamat berkarya, selamat bertumbuh, dan selamat menjalankan Injil sebagai Sabda Allah yang hidup. Semoga Tuhan memberkati niat baik Anda sekalian.