Tuesday, September 22, 2020

Rosario sebagai Dasar Iman Kita

"Kenapa sih orang Katolik itu selalu bawa rosario kemana-mana? Seperti membawa jimat saja." Pernahkah Anda mendengar orang yang bertanya seperti itu? Atau mungkin justru Andalah yang pernah mengalaminya sendiri? Lalu bagaimana jawaban Anda ketika ada orang yang bukan Katolik bertanya seperti itu pada Anda? Benarkah orang Katolik memperlakukan rosario sebagai jimat?

Doa devosional yang menjadi kegemaran Paus Yohanes Paulus II ini adalah doa yang sangat sederhana. Dengan mendaraskan doa Salam Maria berulang kali, umat Katolik diajak untuk merenungkan setiap peristiwa penting yang dialami Yesus semasa hidup-Nya, bahkan dari sejak dalam kandungan ibunda-Nya.

Bunda Maria menjadi teladan kesederhanaan itu, Bunda Maria juga menjadi ukuran ketaatan yang patut dicontoh. Bunda Maria dengan segala kemanusiawiannya merupakan tanda kemurahan sekaligus kebesaran kasih Allah kepada manusia. Allah yang ingin hadir ditengah manusia, Allah yang ingin menyelamatkan manusia, Allah yang ingin dekat dengan ciptaan-Nya, Ia begitu mengasihi manusia sehingga kemudian menjelma dalam diri Yesus Kristus yang dikandung oleh Perawan Maria.

Kesederhanaan Maria, kesederhanaan doa Rosario menjadi teladan bagi umat Katolik untuk lebih menghidupi iman kita sebagai seorang Katolik, karena di dalam setiap kesederhanaan pada doa rosario inilah makna terdalam pada iman Katolik benar-benar dapat kita renungkan. Ketika kita sedang berdoa rosario, kita diajak untuk melihat kembali dasar iman yang menjadi awal bagi kita untuk menjadi Katolik.

Mungkin banyak orang yang bukan Katolik sering mendengar atau membaca kisah tentang mujizat berdoa rosario. Mereka menjadi berasumsi bahwa kita memperlakukan rosario sebagai jimat yang biasa dibawa orang Katolik. Ya, jujur saja, memang kita mengakui bahwa mungkin sebagian besar umat Katolik di seluruh dunia, biasanya selalu membawa rosario kemana-mana. Entah di saku, atau dalam dompet, atau disimpan di tas, tapi sepertinya rosario menjadi barang wajib yang harus dibawa. Apa itu berarti kita memperlakukan rosario sebagai jimat kita?

Jimat adalah suatu benda yang dianggap mempunyai kekuatan supranatural yang konon katanya, dapat melindungi orang yang membawanya. Jimat dikonotasikan secara negatif sebagai hal yang bertentangan dengan iman dan kepercayaan semua agama. Tentu berbeda ketika kita membawa rosario dalam keseharian kita. Rosario bukanlah jimat bagi orang Katolik, karena ketika rosario hanya kita bawa dan selalu tersimpan rapi dalam tas kita, rosario itu menjadi tidak berarti. Rosario hanya merupakan aksesoris semata yang dapat kita pamerkan sebagai atribut pelengkap. Rosario yang sejati adalah rosario yang didaraskan dengan doa-doa dan renungan-renungan peristiwa hidup Yesus. Rosario menjadi lambang kesempurnaan iman Katolik kita justru pada saat kita selalu menyediakan waktu untuk mendoakannya, merenungkannya, dan mendaraskannya setiap kali kita ada kesempatan.

Saudaraku yang terkasih, jangan ragu apabila ada pernyataan-pernyataan yang kita dengar tentang asumsi orang mengenai rosario. Kita sebagai orang Katolik sangat patut bersyukur dikaruniai banyak cara untuk meneguhkan iman kita akan kebesaran dan kasih sayang Allah pada manusia. Iman Katolik mengajarkan bahwa lewat kesederhanaanlah sesungguhnya kita diajak untuk mampu menampilkan wajah Yesus pada sesama kita.

Mari kita semakin sering mendaraskan doa rosario dengan penuh iman, karena lewat kesederhanaan doa rosario inilah justru Allah hadir dan menyapa kita, memberi teladan dan amanat kasih lewat peristiwa-peristiwa penting hidup Yesus. Semoga kita selalu setia dan semakin mengimani kasih Allah melalui doa rosario. Mari kita menyempurnakan iman kita sebagai seorang Katolik yang sejati lewat doa rosario. Selamat berdoa rosario, semoga Tuhan memberkati kita semua dan Bunda Maria mendoakan.   

Tuesday, July 28, 2020

Memilih Menjadi Seorang Katolik

Apa kabar saudaraku? Sudah lama rasanya saya tidak menulis. Ketika banyak hal terlintas dalam benak dan ingin menuangkannya dalam tulisan, seringkali kata-kata tidak mudah diungkapkan. Saat ini kembali mencoba duduk diam sambil kembali berusaha menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah kisah dan rangkaian kata. Seperti halnya virus corona yang melanda di berbagai belahan dunia membuat banyak orang kembali berpikir dalam dirinya, apa yang paling penting dan paling berharga dalam hidupnya, saya pun ingin berusaha menempatkan diri dan merenungkan bagaimana hidup saya selanjutnya.

Hari-hari sibuk dan padat yang biasa kita lewati, mendadak menjadi hari yang terasa lambat dan melelahkan. Saat kita biasa menghabiskan waktu bersama teman dan kerabat, sekarang hanya berdiam diri dalam kamar. Rasa sepi dan sedih membawa sebagian besar orang, termasuk saya kembali ke dalam diri dan bertanya tentang makna hidup ini.

Dimana saya tinggal, bagaimana saya ingin hidup saya dijalani, apa prioritas hidup yang sebaiknya saya pilih, konsekuensi apa yang bisa saya dapatkan, seperti apa saya ingin dikenang, dan berbagai macam pertanyaan lain dapat muncul dalam perenungan tentang hidup.

Sebagai seorang yang memilih menjadi seorang Katolik, melihat bagaimana orang Katolik bereaksi dan beraksi dalam menghadapi pandemi yang sedang melanda di Indonesia, membuka mata dan hati saya bahwa hidup itu, bukan melulu memikirkan bagaimana saya hidup, bagaimana saya bisa bertahan, apa yang harus saya lakukan demi hidup saya, kemana saya harus melangkah, apa, dimana, bagaimana, saya....saya....saya.... Tidak! Bukan itu! Bukan saya! Tapi KAMI! Kita semua! Kita bersama!

Hidup itu adalah tentang KITA! Kita bisa melakukan banyak hal bermakna yang dapat memberikan kepuasan batin, kita bisa membantu baik secara fisik maupun mental pada orang-orang di sekitar kita. Seandainya kita mau melihat lebih jauh dan mendengar lebih banyak, ternyata dengan sekedar mengucapkan kata-kata salam hangat dan penuh kasih, dapat memberikan semangat baru untuk orang yang sedang berbeban. Apabila kita mau lebih terlibat dengan sesama, kita dapat bertindak lebih banyak bagi banyak orang.

Menjadi Katolik, bukan hanya menjadi orang yang rajin ke gereja, rajin mengikuti misa streaming, hanya sibuk berdoa siang malam tanpa berusaha untuk melakukan sesuatu. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Mat 25:40). Lagi kita diingatkan, "Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." (Yak 2:18)

Saudaraku terkasih, menjadi seorang yang beriman Katolik berarti kita juga diharapkan untuk mampu hidup meneladan ajaran-ajaran Kristus. Yesus mengajarkan pada kita tentang perbuatan-perbuatan kasih yang dapat kita lakukan untuk sesama kita. Lingkungan sekitar kita membutuhkan kerjasama dan dukungan kita untuk mengatasi kesulitan selama pandemi ini. Kita dapat memberi teladan bahwa mencintai Yesus itu sama dengan mencintai sesama kita, meneladan Yesus itu sama dengan meneladan perbuatan-perbuatan kasih-Nya. Menjadi 100% Katolik, itu sama artinya dengan menjadi lebih peka dan berbela rasa dengan sesama kita, dengan tetangga sekitar kita, dengan lingkungan sekitar kita, dan akhirnya dengan saudara sebangsa kita. Mari kita tunjukan iman Katolik kita dengan lebih banyak memberikan perbuatan-perbuatan kasih pada sesama. Selamat menyambut hari Kemerdekaan RI. Semoga Tuhan Yesus memberkati dan Bunda Maria mendoakan kita selalu.