Thursday, April 6, 2017

Memperoleh Kebangkitan seperti Teladan Yesus

Masa Prapaskah bagi umat katolik selalu diidentikkan sebagai masa pertobatan. Orang berbondong-bondong mengikuti devosi jalan salib untuk merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus, ada yang menghabiskan banyak waktu dan tenaganya untuk melakukan banyak pelayanan sebagai bentuk pertobatannya. Ada pula yang menyumbang banyak uang ke lembaga-lembaga sosial sebagai salah satu bentuk silihnya. Banyak juga orang katolik berpantang dan berpuasa atau melakukan berbagai macam cara untuk menunjukan bentuk pertobatannya. Tetapi sesungguhnya, adakah yang benar-benar mengalami pertobatan itu?

Ketika merenungkan ibadat jalan salib, ada kalanya otak manusia kita mungkin berpikir, bagaimana mungkin Yesus yang juga manusia itu rela mengorbankan nyawa demi orang lain yang tidak Dia kenal? Mari kita jujur pada diri sendiri, sebagai manusia ketika kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, bahkan nyawa taruhannya, apakah kita rela mengorbankan nyawa kita? Mungkin Anda berpikir bahwa, "ya itu kan Yesus, Dia kan Anak Allah, dan sebagai konsekuensinya ya Dia harus mau dong berkorban demi umat manusia, merelakan diri menjalani jalan salib". Ingat Yesus yang kita percayai itu SUNGGUH ALLAH SUNGGUH MANUSIA, yang artinya meskipun Dia Anak Allah tapi Dia juga sepenuhnya MANUSIA.

Mari sekarang saya ajak Anda mengubah pola pikir kita sebelumnya. Yesus tahu Dia adalah Anak Allah, Yesus sadar sepenuhnya bahwa Dia harus menjalani panggilanNya. Sekarang mari kita "bandingkan" diri kita seperti Yesus. "Saya sadar saya adalah seorang anak dari orang tua yang begitu menyayangi saya tapi apakah saya mau menjalani panggilan saya sebagai anak? Apa saya mau mengurus orang tua saya sampai mereka tua nanti? Ataukah saya malah berusaha menghindari panggilan saya sebagai anak dengan mengirim orang tua saya ke panti jompo karena saya tak tahan lagi mengurusi orang tua saya yang sakit-sakitan itu? Saya sudah cukup repot dengan mengurus keluarga saya sendiri, saya tak ada waktu mengurusi orang tua saya lagi maka dari itu saya terpaksa mengirimnya ke panti jompo." Begitukah kehidupan Anda saat ini?

Atau "Saya sadar sepenuhnya bahwa saya memilih untuk hidup berkeluarga. Saya adalah ayah dari seorang istri dan beberapa orang anak. Saya kepala keluarga yang bertanggung jawab penuh untuk memberi nafkah dan menghidupi keluarga saya. Setiap hari dari pagi sampai sore saya menghabiskan waktu di tempat kerja. Ketika pulang ke rumah, saat saya sedang lelah istri saya malah sibuk dengan anak-anak saya yang rewel. Rumah berantakan, makan malam belum tersedia padahal saya ingin istirahat. Saya melampiaskan kemarahan saya pada istri saya yang tidak becus mengurus rumah tangga. Saya pergi keluar mencari hiburan untuk meringankan kepenatan dikantor dan dirumah. Hal yang wajar menurut saya." Apakah Anda termasuk dalam golongan tersebut? Menghindari tanggung jawab dan janji perkawinan yang telah Anda ucapkan?

Banyak contoh lain dalam kehidupan sehari-hari kita yang sebetulnya dapat kita bandingkan dengan teladan Yesus. Dia yang sungguh Allah sungguh manusia itu, dapat saja menghindari tanggung jawabnya sebagaimana kita manusia biasa yang seringkali mencari alasan dan pembelaan diri untuk menghindari panggilan kita. Tapi apa yang Yesus lakukan? Dia hanya berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi (Luk 22:42)." Dia ingin menghindarinya, tapi Yesus memilih menjalaninya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita mau menjalani panggilan kita di dunia ini dengan sepenuh hati? Apakah kita mau melaksanakan panggilan kita dengan sungguh, tegar hati dan tidak setengah-setengah?

Yesus mengajarkan pada kita bahwa lewat jalan salibNya, lewat sengsara-Nya, Dia justru mendapat kebangkitan. Kematian Yesus di kayu salib ternyata adalah kematian yang menghidupkan lewat kebangkitan-Nya yang mulia. Dia rela mati agar kita hidup. Kita yang ingin memperoleh kebangkitan, tidak perlu ikut mengulangi jalan salib yang Yesus pernah jalani dulu, Allah memberikan warisan pada kita berupa Sakramen Tobat. Lewat Sakramen Tobat kita seolah-olah mati di salib dan kemudian dibersihkan dan dibangkitkan kembali setelah kita mendapat penitensi dari Pastor sebagai wakil Allah di dunia.

Mari kita bersama-sama mati dan bangkit kembali sebagai pribadi yang lebih baik seturut ajaran Yesus sendiri. Mari kita memilih jalan yang Tuhan ajarkan pada kita. Tidak ada gunanya menyangkal, bahkan menghindari panggilan kita di dunia. Bersama teladan jalan salib Yesus, mari kita berani melangkah, menjalaninya bersama Yesus, dan bukan menghindar atau melarikan diri. Bersama Tuhan kita pasti bisa bangkit kembali. Terimalah sakramen tobat sebagai langkah awal kita menuju kebangkitan kita. Semoga Tuhan memberkati Anda dan Bunda Maria mendoakan kita semua. Selamat Paskah.

No comments:

Post a Comment